Senin, 02 Februari 2009

اللهم اهدنا الى الصراط المستقيم

TUNJUKKANLAH KAMI JALAN YANG LURUS
Fatma Yulia, MA
Dalam sehari kita mungkin berulang-ulang kali memanjatkan doa kepada Allah agar kita selalu diberi petunjuk. Dalam sholat melalui surat fatihah kita memohon kepada Allah agar diberikan petunjuk kepada jalan yang lurus (jalan yang selalu istiqomah) dalam beramal . Ihdinashshiraathal mustaqiim, "Ya Allah tunjukkanlah kami jalan yang lurus", demikian kita mengucapkan doa ini, paling tidak 17 kali dalam sehari, begitu juga dalam duduk antara dua sujud kita kembali lagi memohon kepada Allah untuk diberi petunjuk disertai dengan ampunan, selanjutnya ketika membaca doa qunut permohonan meminta petunjuk kembali kita panjatkan kepada Allah, bahkan membaca doa selesai sholat pun kita tetap meminta petunjuk kepada Allah. Begitu pentingnya petunjuk dari Allah ini kita harapkan sehingga permohonannya juga disebutkan secara berulang-ulang dan tanpa bosan-bosannya. Namun Allah Swt Maha pemberi petunjuk tidak pernah bosan mendengar doa dari hamba-hambaNya bahkan dengan penuh Rahman dan RahimNya memperkenankan doa hamba-hambaNya tersebut. Ada apakah di balik munajat yang kita panjatkan ini? bukankah jalan yang lurus sudah jelas bagi kita, yakni agama Islam, dan kita semua Alhamdulillah sudah menjadi seorang muslim? Menurut syekh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah Kalimat "Berilah kami petunjuk" yang dalam do'a mengandung makna yang sangat luas. Doa tersebut bukan hanya permohonan petunjuk saja, tetapi juga permohonan agar mampu untuk melaksanakan petunjuk tersebut. Makna do'a itu adalah sebagai berikut, "Tunjukkanlah kami ya Allah kepada kebenaran dan mudahkanlah bagi kami untuk menjalankan kebenaran itu." Petunjuk yang sempurna lagi bermanfaat adalah petunjuk yang di dalamnya terdapat perpaduan antara ilmu dan amal. Petunjuk yang tidak diiringi dengan amal/perbuatan, maka akan sia-sia, bahkan menyesatkan. Karena setiap orang yang tidak mengamalkan ilmu yang telah ia miliki, maka ilmunya itu justru akan berbalik menjadi bencana bagi dirinya sendiri. Sebagai contoh tentang petunjuk berupa ilmu pengetahuan yang tidak dibarengi dengan amal perbuatan adalah sebagaimana yang diperumpamakan Allah dalam Alquran :“Dan adapun kaum Tsamud, Maka mereka Telah kami beri petunjuk tetapi mereka lebih menyukai buta (kesesatan) daripada petunjuk, Maka mereka disambar petir azab yang menghinakan disebabkan apa yang Telah mereka kerjakan.” (QS.41: 17).Dari ayat tersebut di atas "Mereka telah Kami beri petunjuk" mengandung maksud bahwa Allah telah memberi penerangan bagi mereka akan suatu jalan dan telah Ia karuniakan bagi mereka itu ilmu pengetahuan, akan tetapi mereka berbuat yang sebaliknya yaitu seperti yang termuat pada kalimat berikutnya, yang artinya, "Tetapi mereka lebih menyukai buta (kesesatan) daripada petunjuk itu". Adapun petunjuk yang berupa ilmu dan penerangan guna menggapai kebenaran adalah seperti yang telah dicontohkan di dalam firman Allah yang ditujukan kepada Nabi-Nya : "Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus". (QS. Asy-Syuuraa. 42: 52) "Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk" pada rentetan kata ayat di atas memiliki penjabaran makna sebagai berikut, "Kamu (wahai Muhammad) memberi petunjuk, penerangan, dan pengajaran kepada manusia menuju jalan yang lurus. Sedangkan contoh dari petunjuk yang bermakna taufiq adalah yang biasa diucapkan oleh orang-orang yang sedang melaksanakan shalat, artinya, "Tunjukilah kami jalan yang lurus". (QS. Al-Fatihah:6).Maka di saat kita mengucapkan, "Tunjukilah kami jalan yang lurus", maka apakah kita memohon kepada Allah suatu karunia ilmu tanpa amal ? Ataukah mungkin sebaliknya suatu amalan tanpa didasari oleh ilmu ? Atau mungkin yang ketiga ini yaitu karunia ilmu berserta amal ? Bagi setiap insan jika ia memohon kepada Allah, "Tunjukilah kami jalan yang lurus", seharusnya menghadirkan jiwanya bahwa ia sedang meminta kepada Allah karunia ilmu dan amal/perbuatan, maka ilmu itulah yang bertindak sebagai petunjuk, sedang amal/perbuatan itulah yang dimaksudkan sebagai taufiq. Sehingga di sini dapat dikatakan bahwa Firman Allah , "Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus" yang ditujukan kepada Rasulullah ini merupakan petunjuk berupa penerangan dan penjelasan saja, sedangkan makna petunjuk pada surat al-Qashash ayat 56, "Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi" , mengandung makna bahwa pada ayat ini petunjuk taufiq berupa amal perbuatan. Maka Rasulullah Saw tidak bisa memberi petunjuk taufiq kepada seseorang guna melakukan amal shalih selamanya. Jika memang Beliau mampu, niscaya Beliau akan dapat memberi petunjuk kepada paman beliau Abu Thalib, yang mana Beliau telah mengusahakannya sampai Beliau bersabda kepada pamannya itu di saat-saat menjelang kematiannya, "Wahai paman, katakan LaaIlaah Illallah suatu kalimat yang aku akan berhujjah bagimu dengan kalimat itu di sisi Allah”. Namun apa boleh buat apabila telah mendahuluinya suatu kalimat atau ketetapan dari Allah bahwa ia merupakan penghuni neraka maka ia pun tidak mengucapkan untaian kalimat syahadatain bahkan pernyataan akhirnya mengindikasikan bahwa ia masih memeluk agama nenek moyangnya. Meskipun begitu yang terjadi, tapi Allah mengizinkan Rasulullah Saw untuk memberikan syafaat bagi pamannya itu bukan lantaran ia adalah masih pamannya sendiri, namun tiada lain karena ia telah bertindak melindungi Nabi dan Agama Islam. Dalam doa qunut petikan doa untuk diberikan petunjuk kita ucapkan "Ya Allah berilah kami petunjuk sebagaimana orang yang telah Engkau beri petunjuk." Maka pada hakikatnya kita meminta dua macam petunjuk yaitu petunjuk berupa ilmu dan petunjuk berupa amal/perbuatan. Adapun ungkapan, "Sebagaimana mereka yang telah Engkau beri petunjuk", maka apa maksud dari ungkapan ini? Padahal kalau mau menyingkatnya dengan, "Ya Allah berilah petunjuk kepada kami" sudah tersirat maksud dari permohonan do'a itu, namun mengapa harus disertai "sebagaimana orang yang telah Engkau beri petunjuk", yaitu agar kalimat itu menjadi bagian dari "tawassul"(perantara) untuk mendapatkan kenikmatan-kenikmatan yang Allah berikan kepada mereka yang telah memperoleh petunjuk-Nya agar Ia melimpahkannya juga kepada kita melalui petunjuk tersebut. Dengan arti lain sesungguhnya kami memohon kepada-Mu ya Allah suatu petunjuk karena itu merupakan sebesar-besar rahmat, kebijaksanaan, serta keutamaan-Mu, maka sesungguhnya Engkau yang telah memberikan petunjuk kepada seluruh insan, maka berilah petunjuk kepada kami sebagaimana mereka yang telah Engkau beri petunjuk.Oleh karena itu seorang muslim tidak akan pernah merasa bosan untuk selalu minta hidayah (petunjuk) kepada Allah baik petunjuk berupa ilmu (hidayah irsyad) dan petunjuk untuk melaksanakan ilmu tersebut (hidayah taufiq). Sebab kalau kita bertanya pada diri kita, "Apakah kita mengetahui seluruh ilmu dan kebaikan tanpa kecuali, maka tentu dengan jujur kita akan menjawab tidak, apalagi kalau ditanya apakah kita sudah megerjakan seluruh ilmu dan kebaikan tersebut tanpa kecuali? Begitu juga kalau kita tanyakan apakah kita mengetahui seluruh keburukan tanpa kecuali tentu kita akan menjawab tidak, dan lebih-lebih kalau ditanya apakah kita mampu menjauhi seluruh keburukan tersebut tanpa kecuali, maka kita semua akan berkata tidak. Ada sebuah doa yang Allah ajarkan kepada kita melalui firman-Nya, "Robbanaa, laa tuzigh quluubanaa ba’da iz hadaitana wahablana mi lladunkarahmatan innaka antal wahhaab…" (Q.S. Ali Imran [3]: 8). (Ya Tuhan kami, jangan jadikan hati ini condong kepada kesesatan sesudah engkau beri petunjuk, dan karuniakan kepada kami rahmat dari sisimu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi Karunia). Demikianlah Allah Maha Pemberi Karunia Hidayah, mengajarkan kepada kita agar senantiasa bermohon kepada-Nya sehingga selalu tertuntun dengan cahaya hidayah dari-Nya. Tidak bisa tidak, doa inilah yang harus senantiasa kita panjatkan di malam-malam hening kita, di setiap getar-getar doa yang meluncur dari bibir kita. Wallahu ‘alam bisshawwab

0 Responses to “اللهم اهدنا الى الصراط المستقيم”

Posting Komentar