Rabu, 02 September 2009

LAYLAT ALFU SYAHRIN

MERAIH KEAGUNGAN LAYLATUL QADR
Di antara keistimewaan bulan Ramadhan adalah adanya satu malam yang Allah sebut ''lebih baik daripada seribu bulan''(khairun min alfi syahrin). Malam itu adalah laylatul qadar. Secara kebahasaan, kata qadar di dalam Alquran setidaknya dimaksudkan untuk tiga arti: penetapan dan pengaturan, kemuliaan, dan sempit. Berdasarkan arti pertama, laylatul qadar berarti suatu malam di mana segala hal yang menyangkut alam dunia ini ditetapkan dan diatur. Qadr berarti penetapan dan pengaturan sehingga laylatul qadr dipahami sebagai malam penetapan Allah bagi perjalanan hidup manusia. Pendapat ini dikuatkan oleh pendapat yang berpegang atas pengertian ini dengan firman Allah pada surah Ad-Dukhan ayat 3 ” Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan”. Ada ulama yang memahami penetapan itu dalam batas setahun. Alquran yang turun pada malam laylatul qadr diartikan bahwa pada malam itu Allah SWT mengatur dan menetapkan khiththah dan strategi bagi Nabi-Nya, Muhammad Saw, guna mengajak manusia kepada agama yang benar yang pada akhirnya akan menetapkan perjalanan sejarah umat manusia, baik sebagai individu maupun kelompok. Laylatul Qadar dalam pengertian ini juga mengandung makna awal penetapan kembali takdir Allah, maka umat Islam yang sedang menjalankan ibadah puasa dianjurkan bertadarus Alquran sebanyak mungkin, beriktikaf dan ibadah-ibadah lain seperti dicontohkan Rasulullah Saw. Tadarus Alquran berarti memahami segala kandungan Alquran secara menyeluruh, tidak sepotong-sepotong. Sehingga, Alquran benar-benar menjadi bagian dalam hidup kita yang hakiki. Selain itu, Nabi juga menganjurkan memperbanyak i’tikaf di dalam masjid. Ini yang selalu beliau praktekkan terutama pada 10 hari terakhir Ramadhan. Dalam i’tikaf, seseorang dianjurkan memperbanyak evaluasi dan introspeksi diri (muhasabah), menyadari segala kesalahan yang lalu, dan merenungi kebesaran Allah. Selanjutnya memandang masa depan secara positif, bertekad memperbaiki diri sendiri untuk tidak melakukan berbagai dosa dan kesalahan. Pada saat yang sama, bertekad meningkatkan amaliah sehari-hari yang diridhai Allah.
Laylatul Qadar menurut makna kedua yaitu kemuliaan. Surat Al-Qadar menjelaskan kemuliaan ini adalah disebabkan adanya berbagai peristiwa istimewa. Di antaranya peristiwa turunnya Alquran. Karena laylatul qadar merupakan diturunkannya Alquran di samping malam ditetapkannya segala sesuatu, maka hakikatnya ia lebih baik dari apa pun juga. Alquran menggambarkannya dengan hitungan seribu bulan. Artinya, bahwa ketika seseorang dalam perenungannya memahami kebesaran Allah dengan membaca ayat demi ayat Alquran beserta memahami maknanya, maka saat itulah momen laylatul qadar akan menemuinya. Makna seribu bulan menurut Abu al-’Aliyah berarti sepanjang tahun karena orang Arab dahulu menganggap bahwa seribu itu adalah bilangan yang tertinggi. Beliau juga menambahkan bahwa disebutkan seribu bulan karena ahli ibadah umat sebelum Rasulullah Muhammad Saw tidak akan disebut sebagai ahli ibadah kecuali ia beribadah selama seribu bulan, maka Allah menjadikan untuk umat Muhammad yang beribadah pada malam laylatul qadar mendapat ganjaran yang sama dengan ibadah umat terdahulu yaitu hitungan seribu bulan. Malam itu tidak akan menemui orang-orang yang belum siap, dalam artian bahwa jiwanya belum mampu untuk menerimanya. Ia hanya menghampiri orang-orang yang sejak awal Ramadhan benar-benar telah siap, yaitu orang-orang yang selalu menghidupi malam-malamnya dengan ibadah kepada Allah.
Makna ketiga dari kata qadar adalah sempit. Ia dikatakan sempit karena banyaknya malaikat Allah yang turun memberikan ketenangan dan kedamaian pada jiwa manusia hingga waktu pagi datang. Mengenai malaikat yang turun ini, ulama Muhammad Abduh mengilustrasikan mereka sebagai bisikan yang baik. Turunnya malaikat pada laylatul qadar menemui orang yang mempersiapkan diri menyambutnya berarti bahwa ia selalu disertai oleh malaikat, sehingga jiwanya selalu terdorong untuk melakukan kebaikan-kebaikan. Jiwanya akan selalu merasakan kedamaian yang tidak terbatas sampai waktu fajar bahkan menurut sebahagian pendapat ulama sampai akhir hayat menuju fajar kehidupan baru di hari kemudian kelak. Syaikh Muhammad 'Abduh pernah menjelaskan pandangan Imam Al-Ghazali tentang kehadiran malaikat dalam diri manusia. Abduh memberikan ilustrasi berikut:"Setiap orang dapat merasakan bahwa dalam jiwanya ada dua macam bisikan, yaitu bisikan baik dan buruk. Manusia seringkali merasakan pertarungan antara keduanya, seakan apa yang terlintas dalam pikirannya ketika itu sedang diajukan ke satu sidang pengadilan. Yang ini menerima dan yang itu menolak, atau yang ini berkata lakukan dan yang itu mencegah, demikian halnya sampai pada akhirnya sidang memutuskan sesuatu. Yang membisikkan kebaikan adalah malaikat, sedangkan yang membisikkan keburukan adalah syaithon atau paling tidak penyebab adanya bisikan tersebut adalah malaikat atau syaithon.
Di atas telah dikemukakan bahwa Nabi Saw, menganjurkan sambil mengamalkan aktivitas amaliyah melakukan i'tikaf di masjid dalam rangka perenungan dan penyucian jiwa. Masjid adalah tempat suci, tempat segala aktivitas kebajikan bermula. Di masjid, seseorang diharapkan merenung tentang diri dan masyarakatnya. Juga, di masjid, seseorang dapat menghindar dari hiruk-pikuk yang menyesakkan jiwa dan pikiran guna memperoleh tambahan pengetahuan dan pengayaan iman. Itulah sebabnya ketika melakukan i'tikaf, seseorang dianjurkan untuk memperbanyak doa dan bacaan Alquran, atau bahkan bacaan-bacaan lain yang dapat memperkaya iman dan ketakwaan.
Malam al-qadr, yang ditemui atau yang menemui Nabi pertama kali adalah ketika beliau menyendiri di Gua Hira, merenung tentang diri beliau dan masyarakat. Ketika jiwa beliau telah mencapai kesuciannya, turunlah Al-Ruh (Jibril) membawa ajaran dan membimbing beliau sehingga terjadilah perubahan total dalam perjalanan hidup beliau bahkan perjalanan hidup umat manusia. Dalam rangka menyambut kehadiran laylat al-qadr itu yang beliau ajarkan kepada umatnya, antara lain, adalah melakukan i'tikaf. Bagi kaum wanita yang sedang dalam keadaan berhalangan untuk sholat sekalipun, maka tidak ada halangan untuk menanti kedatangan laylat al-qadr, mereka bisa melakukan kegiatan ibadah seperti berzikir, dan memanjatkan doa-doa untuk kebaikan di dunia dan di akhirat, ataupun menanamkan suatu niat di dalam hati untuk selalu berbuat kebajikan.
Walaupun i'tikaf dapat dilakukan kapan saja dan dalam waktu berapa lama saja. Nabi Saw selalu melakukannya pada sepuluh hari dan malam terakhir bulan puasa. Di sanalah beliau bertadarus dan merenung sambil berdoa. Salah satu doa yang paling sering beliau baca dan hayati maknanya adalah: Rabbana atina fial-dunya hasanah, wa fi al-akhirah hasanah wa qina 'adzab al-nar (Wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami kebajikan di dunia dan kebajikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka). Doa ini bukan sekadar berarti permohonan untuk memperoleh kebajikan dunia dan kebajikan akhirat, tetapi lebih-lebih lagi bertujuan untuk memantapkan langkah dalam berupaya meraih kebajikan yang dimaksud, karena doa mengandung arti permohonan yang disertai usaha. Permohonan itu juga berarti upaya untuk menjadikan kebajikan dan kebahagiaan yang diperoleh dalam kehidupan dunia ini, tidak hanya terbatas dampaknya di dunia, tetapi berlanjut hingga hari kemudian kelak. Kalau yang demikian itu diraih oleh manusia, maka jelaslah ia telah memperoleh kemuliaan dunia dan akhirat.
Mengenai kepastian tentang waktu datangnya laylat al-qadr tidak ada yang dapat memastikan, hal ini memberikan hikmah agar orang yang beriman banyak-banyak mengerjakan amal kebaikan dalam rangka meraih malam ini. Namun demikian terdapat sebuah penjelasan tentang waktu kedatangannya diantaranya hadis Nabi berikut ini: "Carilah Laylatul Qadr di sepuluh malam akhir pada bulan Ramadhan." (Muttafaq 'alaih). Pada waktu ini perbanyaklah melakukan shalat, dzikir, do'a dan lain-lain sehingga terus bertambah kedekatan kepada Allah dan bertambah pula pahala mereka. Allah juga merahasiakan itu sebagai ujian agar diketahui siapakah yang bersungguh- sungguh meraih malam ini dan siapa yang bermalas-malasan dan meremehkannya. Karena orang yang berkeinginan mendapatkan sesuatu maka dia pasti akan bersungguh- sungguh untuk memperolehnya, tanpa mempedulikan rasa letih dalam rangka menempuh jalan untuk mencapainya. Pada malam itu hamba yang beribadah akan mendapat ganjaran pahala sebanyak orang yang beribadah selama seribu bulan. Pada malam ini juga para malaikat turun ke bumi termasuk Jibril dengan izin Allah untuk memberikan keselamatan dan kesejahteraan kepada orang-orang yang beribadah dan melakukan kebajikan ketika itu. Untuk itu selama kita masih diberi kesempatan menikmati jamuan Allah dalam bulan yang penuh berkah ini maka berlomba-lombalah meraih malam yang penuh berkah ini dan marilah kita berdoa agar Allah memperkenankan dan menganugerahkan kita memperoleh malam laylatul qadar (Allahumma hab lanaa laylatal qadar... Amiin Ya Mujiibassaailiin).
Wallahu’alam bisshawwab

NUZUL QURAN

Semangat Nuzul Alquran
“ Bulan Ramadhan adalah bulan diturunkannya Alquran” (QS: 2: 185)

A. Arti Nuzul Alquran
Salah satu keistimewaan diantara banyaknya keistimewaan pada bulan Ramadhan adalah Peristiwa nuzul Alquran yang menjadi satu rekaman sejarah dalam kehidupan Nabi SAW yang terjadi pada malam Jumat, 17 Ramadan, tahun ke-41 dari usia Nabi Muhamad SAW. Perkataan ‘Nuzul’ berarti turun atau berpindah dari atas ke bawah. Bila disebut bahwa Alquran adalah mukjizat terbesar Nabi SAW maka hal ini memberi makna yang besar kepada umat Islam terutamanya yang serius memikirkan rahasia Alquran. Alquran berarti bacaan atau himpunan. Di dalamnya terhimpun ayat yang menjelaskan berbagai hal yang berhubungan dengan kehidupan mulai dari tauhid, ibadat, jinayat, muamalat, sains, teknologi dan sebagainya. Kita sering mendengar ungkapan Alquran yang sering dicantumkan dengan rangkaian kata yang lain seperti “Alquran mukjizat sampai akhir zaman” atau “Alquran adalah mukjizat’ yang menunjukkan bahwa Alquran benar-benar memiliki keagungan dan ketinggian.
Alquran adalah hidayah, rahmat, syifa, nur, furqan dan pemberi penjelasan bagi manusia.. Segala isi kandungan Alquran itu benar. Alquran juga dikenali sebagai An-Nur berarti cahaya yang menerangi, al-Furqan berarti yang dapat membedakan di antara yang hak dan batil dan al-Zikr yang berarti memberi peringatan. Dalam sejarah kehidupan Nabi SAW ayat Alquran yang mula-mula diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan malaikat Jibril ialah lima ayat pertama daripada surah Al-‘Alaq. “ Bacalah (wahai Muhammad) dengan nama Tuhan mu yang menciptakan (sekalian makhluk), Ia menciptakan manusia dari segumpal darah beku; Bacalah, dan Tuhan mu Yang Maha Pemurah, -Yang mengajar manusia melalui pena dan tulisan, -Ia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS.96:1-5). Surat Al-‘Alaq ini merupakan ayat pertama turun sekaligus sebagai pengangkatan Nabi Muhammad sebagai Rasul.
Sejarah proses turunnya Alquran menurut Ibnu ‘Abbas sebagaimana diungkapkan dalam tafsir Ibnu Kasir bahwa Alquran diturunkan dengan lengkap dari lauh al-mahfuz menuju bait al-izzah di langit dunia. Selanjutnya Alquran diturunkan secara berangsur-angsur kepada Rasulullah Muhammad SAW sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi dan berlangsung selama dua puluh tiga tahun.

Hikmah dan pelajaran dari nuzul Alquran
Tentu saja peristiwa nuzul Alquran ini tidak hanya diperingati hanya sebagai tanda mengenang peristiwa empat belas abad yang lalu saja. Tetapi lebih dari itu makna dan hikmah yang sangat penting adalah apakah kita telah benar-benar mengamalkan dan berpegang teguh kepada kitab suci yang menjadi pedoman hidup bagi umat Islam. Peristiwa nuzul Alquran mengingatkan kita tentang ayat pertama turun yaitu ‘iqra yang berarti bacalah. Perkataan Iqra’ ini terulang sebanyak dua kali dalam surat Al-‘Alaq tersebut. Yang pertama bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu (bismi rabbika), dilanjutkan dengan ayat ketiga iqra’ warabbuka al-akram (bacalah dan Tuhanmu yang Maha Pemurah). Perintah membaca pertama menurut Quraish Shihab mengandung arti membaca secara umum, ayat-ayat Alquran maupun ayat-ayat kauniyyah dan kegiatan membaca ini juga meliputi kegiatan meneliti, menelaah, menghimpun dan sebagainya yang dikaitkan menyebut nama TuhanMu. Pengaitan ini merupakan syarat sehingga menuntut dari si pembaca bukan saja hanya melakukan kegiatan membaca semata tetapi juga harus memilih bahan-bahan bacaan yang mengantarkannya kepada hal-hal yang membuatnya selalu ingat kepada Allah. Sedangkan perkataan iqra’ yang kedua dirangkaikan dengan warabbuka al-akram yang mengandung makna bahwa Allah menganugerahkan puncak dari segala yang terpuji bagi seluruh hambanya yang membaca. Pada ayat ketiga ini Allah menjanjikan bahwa apabila seseorang membaca karena Allah, maka Allah akan menganugerahkan kepadanya ilmu pengetahuan, pemahaman-pemahaman dan wawasan keilmuan. Perintah membaca merupakan perintah yang paling berharga yang dapat diberikan kepada umat manusia, karena membaca merupakan jalan yang mengantar manusia mencapai derajat kemanusiaannya yang sempurna. Membaca merupakan syarat utama untuk membangun peradaban. Abdullah Darraz dalam ­An- Naba’ al ‘Azhim menulis tentang Alquran sebagai berikut :
“ Apabila Anda membaca Alquran, maknanya akan jelas di hadapan Anda. Tetapi bila Anda membacanya sekali lagi, akan Anda temukan pula makna-makna lain yang berbeda dengan makna-makna sebelumnya. Demikian seterusnya, sampai-sampai Anda (dapat) menemukan kalimat atau kata yang mempunyai arti bermacam-macam, semuanya benar atau mungkin benar. Ayat-ayat Alquran bagaikan intan, setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut lain. Dan tidak mustahil, jika Anda mempersilahkan orang lain memandangnya, maka ia akan melihat lebih banyak ketimbang apa yang Anda lihat.” Makna dari ungkapan ini adalah bahwa redaksi ayat-demi ayat Alquran sungguh sangat indah dan mempesona dan sarat (penuh) dengan berbagai makna. Selain itu Alquran selaras dengan tingkat kecerdasan dan pengetahuan para pembacanya. Oleh sebab itu penafsiran atas Alquran tidak pernah kering. Dari masa ke masa akan terdengar atau terbaca sesuatu yng baru sesuai dengan perkembangan zaman dan pengetahuan. Layaknya seperti alam raya, dengan penelitian dan pengamatan terhadap Alquran seperti membuka tabir-tabir rahasianya yang belum tersentuh generasi-generasi terdahulu. Alquran merupakan firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman bagi manusia dalam menata kehidupan demi mencapai kebahagiaan lahir dan batin, baik di dunia maupun di akhirat. Konsep-konsep yang dibawa Alquran selalu relevan dengan problema yang dihadapi manusia, karena itu ia turun untuk mengajak manusia berdialog dengan penafsiran sekaligus memberikan solusi terhadap problema tersebut di manapun mereka berada.
Luas dan keberagaman tema Alquran merupakan hal yang sangat unik. la menembus sudut pandang paling kabur dalam pikiran manusia, menembus dengan kekuatan nyata jiwa orang beriman bahkan orang yang tanpa iman sekalipun untuk merasakan sesuatu dalam gerak-gerik jiwanya. Alquran juga mampu menembus batas dimensi waktu kepada masa lalu yang jauh dalam sejarah perjalanan ummat manusia sekaligus mengarah ke masa depannya dengan tujuan mengajarkan tugas-tugas masa kini. la melukiskan gambaran dan tanda-tanda yang mengundang manusia untuk segera menarik pelajaran darinya. Setelah pelajaran dapat ditarik kesimpulannya, ternyata jiwa manusia tanpa disadari terseret serta terpesona oleh kedalaman dan keluasan makna Alquran. Hal ini menunjukkan bahwa Alquran sebagai mukjizat terbukti menjadi modal kehidupan dunia dan akhirat.
Masihkah Alquran bersama kita?
Masihkah Alquran bersama kita merupakan pernyataan tegas terhadap sikap, prilaku dan kondisi internal keberagamaan ummat Islam di tengah arus modernisasi sebagai suatu proses perkembangan dalam peradaban manusia. Apalagi sekarang ini, ummat Islam Indonesia sedang menanti pemimpin baru yang dengan tulus ikhlas membawa perubahan struktural kondisi kebangsaan dan menjadi tiang penyanggah yang kuat dari rapuhnya keyakinan (tauhid) dan robohnya nilai-nilai sosial kemanusiaan bahkan mampu membuka bendungan ekonomi yang mensejahterakan setelah sekian lama tersendat oleh kepentingan ideologis maupun golongan tertentu.
Dengan semangat baru, Nuzulul Quran menjadi momentum efektif jika Alquran dijadikan sebagai solusi problem kehidupan yang memberitahukan tuntutan yang harus dilaksanakannya dalam membangkitkan berbagai niiai yang diinginkan dalam penyucian jiwa. Membaca Alquran sebagai jalan mencari solusi juga menyempurnakan ibadah lainnya. la dapat berfungsi dengan baik jika dalam membacanya disertai dengan adab-adab batin dalam perenungan, khusyu’ dan mentadabburinya yang akhirnya banyak mendatangkan manfaat berupa petunjuk dari Allah, inspirasi dan sumber imajinasi.
Membaca dan mentadaburinya dapat menambah kecintaan kepada Alquran. Bertadabbur berarti memperhatikan dan merenungi makna-maknanya. Bahkan Ibnu Mas’ud berkata, “Barang siapa yang menghendaki ilmu orang-orang yang terdahulu dan ilmu orang-orang yang akan datang, hendaklah ia mendalami Alquran“. Kitab Ummat Islam ini memberikan pedoman serta jalan yang lurus yang mampu menghindari buruknya kesesatan. Etika kehidupan dan akhlak karimah terangkum dalam Alquran. Bahkan, Rasulullah sendiri dibina akhlaknya langsung oleh Alquran. Akhirnya Nuzulul Quran di masa lalu membawa pesan yang sama di masa kini dan akan selalu menjadi landasan struktural yang abadi di masa mendatang. Allahumma ’adzhim raghbati filquran (Ya Allah besarkanlah keinginanku terhadap Alquran, Amin Ya Rabb Al’Alamin).
wallahu’alam

Allah ar-Razzaq (Allah Maha Pemberi Rezeki)

Allah ar-Razzaq (Allah Maha Pemberi Rezeki)
“ Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh al-Mahfuzh).” (QS. Huud (11): 6).
Kita diciptakan oleh Allah dilengkapi dengan rezeki. Rezeki ditentukan setelah empat bulan di perut ibu. Rezeki ada yang baik atau yang buruk tergantung cara mengambilnya. Rezeki yang buruk karena cara mengambilnya yang buruk. Setiap makhluk sudah ada rezekinya. Apabila kita memperhatikan alam ciptaan Allah misalnya tumbuhan yang diciptakan dengan gerakan yang terbatas dan tidak memiliki gerakan yang lincah maka rezekinya yaitu makanannya didekatkan lewat akar. Melalui akar inilah tumbuhan memproses makanannya sampai memasak sendiri makanannya melalui fotosintesis yang terjadi di daun dengan bantuan sinar matahari. Allah sesungguhnya telah menjamin rezeki bagi tumbuhan ini. Begitupun hewan, rezekinya juga telah dijamin oleh Allah. Misalnya: singa, pada waktu bayi dia tidak bisa mengejar kijang. Untuk itu Allah menyediakan air susu di tubuh induknya. Ketika air susu berhenti, Allah menggantinya dengan makanan yang diburu induknya. Setelah besar ia berburu sendiri, makin kuat fisiknya makin tinggi kualitas ikhtiarnya.
Sama halnya dengan manusia, dalam perut ibu rezekinya masuk melalui tali ari-ari karena belum dapat berbuat apa-apa. Setelah lahir walau ari-ari digunting, tetap saja bertemu dengan rezekinya lewat air susu. Saat air susu berhenti, Allah menyediakan berbagai makanan yang kalau lapar tinggal menangis, maka rezekinya akan datang. Makin dewasa manusia harus makin gigih ikhtiarnya dalam menjemput rezeki karena Allah menyiapkan kekuatan fisik, akal dan indera perasa. Manusia tidak boleh malas bekerja mencari nafkah, karena hewan pun selalu berikhtiar untuk mendapatkan rezekinya. Rasulullah Saw terkesan kepada burung yang pergi pada pagi hari dengan perut kosong, tetapi setelah pulang pada sore harinya dengan perut kenyang. Maknanya adalah terbang atau bergerak tidak bisa didapatkan dengan sayap yang malas. Hewan yang tidak berakal saja mampu berikhtiar sampai bertemu dengan rezekinya maka mustahil manusia yang berakal tidak bertemu dengan rezekinya.
Menurut sebuah riwayat, suatu hari Nabi Sulaiman alaihissalam ingin mengetahui bagaimana Allah SWT memberikan rezeki kepada seluruh makhluk-Nya di dunia ini. Sehingga untuk membuktikannya ia bertanya kepada seekor semut, seberapa banyak Allah SWT memberikan rezeki kepada semut dalam satu tahun. Semut menjawab bahwa ia memperoleh rezeki sebesar sekepalan tangan sang Nabi. Mengetahui hanya sebesar itu tezeki yang diperoleh semut tersebut, rasanya sangat mudah bagi Nabi Sulaiman ‘alaihissalam untuk memberikannya. Sehingga kemudian Nabi Sulaiman membuat kesepakatan dengan semut untuk mau masuk ke dalam botol yang telah diisi dengan makanan sekepalan tangan Nabi Sulaiman dan semut setuju. Maka botol pun ditutup rapat. Setahun kemudian Nabi Sulaiman AS datang kembali kepada semut, ketika ia membuka botol tersebut ternyata didapatmya semut hanya memakan sebagian saja dari makanan tersebut Nabi Sulaiman heran dan kemudian bertanya kenapa makanan tersebut tidak dihabiskan. Bukankah semut telah mengatakan, kalau rezekinya dalam satu tahun dapat diperoleh sebesar kepalan tangannya. Mendengar pertanyaan itu semut menjawab dengan tenang: “Wahai Nabi yang mulia, memanglah benar apa yang hamba katakan bahwa hamba mampu memperoleh rezeki dalam satu tahun sebesar kepalan tangan yang mulia, namun itu terjadi pada saat hamba tidak berada di dalam botol ini. Dan pada saat itu hamba sangat yakin Allah akan memberikan hamba rezeki dan Allah tidak akan melupakanku walau sadetik pun, sehingga aku yakin Allah akan menjamin rezekiku. Tetapi kini, hamba yang lemah ini terkurung dalam botolmu, apakah kau bisa menjamin bahwa kau tidak akan lupa memberiku makanan kembali setelah satu tahun? Apakah kau berani menjamin hidup dan rezekiku di tanganmu Mendengar jawaban tersebut, Nabi Sulaiman ’alaihissalam pun tertegun, kemudian bersujud mohon ampun kepada Allah SWT dan melepaskan semut dari kurungan botol tersebut.
Sesungguhnya tidak ada satu makhluk pun di dunia ini yang sanggup menjamin kelangsungan rezeki makhluk lainnya, hanya Allah SWT-lah yang mampu melakukan hal tersebut. Allah Maha Mengetahui betul apa yang dibutuhkan para makhluk-Nya dan Allah tidak pernah menciptakan satu makhluk pun untuk hidup di dunia ini tanpa memperoleh rezeki. Satu hal lagi Allah tidak akan menukar rezeki yang telah Allah tetapkan. Namun sangatlah disayangkan, ternyata masih ada sebagian dari kita yang tidak yakin akan rezeki dari Allah SWT. Tidak sabar dengan rezeki yang telah digariskan oleh-Nya kepadanya, sehingga tak jarang di antara manusia itu sengaja melakukan jalan pintas dan salah, sehingga terjerembab dalam jurang masalah dan kesesatan yang sangat dalam. Ada yang mencarinya dengan mendatangi dukun, ada yang memperolehnya dengan jalan yang tidak halal seperti korupsi, manipulasi, dan sebagainya.
Padahal, Allah SWT sama sekali tidak pemah lupa akan janji-Nya. Adalah hal yang sangat perlu kita ketahui, bahwa Allah SWT memberikan rezeki kepada setiap makhuk-Nya sesuai ukuran yang tepat, tidak kurang dan tidak lebih. Artinya, Allah telah menentukan kadar rezeki setiap hamba-Nya, sehingga tidaklah perlu bagi kita untuk saling iri dan dengki pada rezeki yang telah diperokeh saudara atau pun tetangga kita. Rezeki merupakan misteri ilahi, artinya jangan pernah mengukur-ukur seberapa besar Allah SWT memberikan rezeki kepada kita atau pun orang lain, baik itu kapan, di mana dan bagaimana. Adakalanya Allah membatasi rezeki seorang makhluk untuk menghindari manusia itu berbuat sombong dan kerusakan ” Dan kalaulah Allah melapangkan rezeki bagi hambanya niscaya mereka akan berbuat kerusakan di bumi ini namun Allah menurunkan rezeki itu berdasarkan ukuran yang dikehendakiNya. Sesungguhnya Allah terhadap hambanya Maha Mengawasi dan Maha Melihat.”(QS.Al-Isra’: 30). Selain hal tersebut membuat kita congkak, juga akan menimbulkan ketidak ikhlasan dalam hati kita atas apa yang kita peroleh dari Allah SWT selama ini ” Dan adapun manusia itu apabila diuji dengan dipersempit rezekinya maka dia mengatakan Tuhanku telah menghinakan aku.”(QS.Al-Fajr: 16).
Rezeki itu dijemput bukan dicari
Rezeki harus dijemput, bukan dicari. Artinya, sebenarnya Allah SWT telah menempatkan rezeki hamba-Nya pada suatu tempat yang sebenarnya pun telah diketahui oleh hamba-Nya. Tidak perlu bingung untuk mencari kemana dan di mana Allah SWT meletakkannya, tetapi cukup hanya membuat berbagai persiapan untuk menjemput rezeki tersebut. Kita tidak perlu khawatir, cemas, gundah gulana karena takut tidak memperoleh rezeki. Atau sebaliknya, tak perlu kita memaksakan diri untuk memperoleh rezeki sebanyak-banyaknya hingga melupakan hal-hal yang penting dalam hidup kita. Karena semua itu telah diatur oleh Allah SWT. Yang terpenting yang harus dilakukan adalah upaya maksimal untuk memberikan yang terbaik dari seluruh yang kita miliki dan ketahui demi memperoleh rezeki tersebut (profesional). Tidak cukup hanya itu, konsistensi terhadap keyakinan yang mantap kepada Allah SWT (tawakkal), bahwa Allah pasti memberikan rezeki bagi kita adalah sangat penting demi menjaga kita dari keputusasaan, sehingga melakukan jalan pintas yang merugikan diri sendiri dan orang lain.
Sesungguhnya Allah SWT menjamin seluruh rezeki makhluk-Nya. Mulai dari yang melata hingga manusia yang sempurna. Masihkah kita tidak yakin pada jaminan rezeki dari Allah? Apakah kita tidak lebih baik dari seekor semut di atas dalam hal ketaqwaan dan profesionalisme? Semua tergantung dari kemampuan dan kemauan kita dalam membaca sinyal-sinyal keberadaan rezeki yang dibebankan Allah SWT. Selain gigih berikhtiar mencari rezeki kita juga harus melakukan amalan yang disukai Allah. Allah menetapkan wadah yang sangat tepat untuk itu yaitu sholat dhuha. Sholat Dhuha merupakan sholat pembuka pintu rezeki. Membaguskan sholat dan memperbanyak amalan sholat sunat , memperbanyak istighfar , silaturahmi dan sedekah juga membantu membuka pintu rezeki. Allahummarzuqnaa rizqaan halaalaan thoyyibaan mubaarakan wa akfinaa bihalaalika ’an haraamika. Amin Ya Rabbal ’Alamin.(Ya Allah berikanlah kami rezeki yang halal lagi baik dan memperoleh keberkahan dan cukupkanlah kami dengan yang halal dan lindungilah kami dari yang haram).
Wallahu’alam bishshawwab.

Ramadhan bersama Alquran

Menghidupkan Ramadhan Bersama Alquran
"Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian dari rizki yang kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharap perniagaan yang tidak akan merugi." (Faathir : 29).
Alquran adalah kitab suci yang diturunkan Allah kepada Rasulullah Saw pada 17 Ramadhan. Alquran adalah sumber hukum yang pertama bagi kaum muslimin. Dari Utsman bin Affan radhiyallah 'anhu , beliau berkata: Rasulullah Saw bersabda: "Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Alquran dan mengajarkannya." (HR. Al-Bukhari). Para ahli Alquran adalah orang yang paling berhak untuk menjadi imam shalat. Rasulullah Saw bersabda: "(Yang) mengimami suatu kaum adalah yang paling qari bagi kitab Allah, maka jika mereka sama dalam bacaan maka yang paling 'alim bagi sunnah (hadits), maka jika mereka dalam As-Sunnah juga sama maka yang paling dulu hijrah, maka jika mereka juga sama dalam hijrah maka yang lebih tua usianya." (HR. Muslim). Diriwayatkan juga oleh Imam Al-Bukhari, bahwa yang duduk di majlis Khalifah Umar di mana beliau bermusyawarah dalam memutuskan berbagai persoalan adalah para ahli Quran baik dari kalangan tua maupun muda. Sehubungan dengan masuknya bulan Ramadhan, ditekankan bagi setiap muslim yang mengharap rahmat Allah dan takut akan siksa-Nya untuk memperbanyak membaca Alquran bagitu juga pada bulan-bulan lainnya untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala, mengharap ridha-Nya, memperoleh keutamaan dan pahala-Nya. Alquran diturunkan untuk dibaca oleh setiap orang muslim, direnungkan dan dipahami makna, perintah dan larangannya, kemudian diamalkan. Sehingga ia akan menjadi hujjah orang yang membacanya dihadapan Allah dan pemberi syafa'at baginya pada hari Kiamat.
Allah SWT telah menjamin bagi siapa yang membaca Alquran dan mengamalkan isi kandungannya tidak akan tersesat di dunia dan tidak celaka di akhirat, sebagaimana firman-Nya, artinya, "...Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka," (QS. Thaha: 123) . Janganlah seorang muslim memalingkan diri dari membaca kitab Allah, merenungkan dan mengamalkan isi kandungannya. Allah Ta'ala telah mengancam orang-orang yang memalingkan diri darinya dengan firman-Nya, artinya, " Barangsiapa berpaling dari Alquran maka sesungguhnya ia akan memikul dosa yang besar di hari Kiamat." (QS. Thaha: 100) .
Salah satu amalan yang penting dipopulerkan pada bulan Ramadhan adalah membaca Alquran. Membaca Alquran pada bulan Ramadhan kita kenal dengan istilah tadarusan. Sebenarnya kata tadarus berasal dari bahasa Arab yaitu asal kata daraasa menjadi tadaarus yang bermakna saling belajar. Makna yang terkandung dalam kata tadaarus adalah orang yang membaca dan yang mendengar saling belajar. Saling belajar disini maksudnya adalah saling menyimak dan saling memperbaiki jika terdapat kesalahan baik dari makhraj (tempat keluar huruf) maupun sifat huruf yang dibacakan. Sifat huruf dalam ilmu tajwid adalah bagaimana mengucapkan huruf yang dikeluarkan dari makhrajnya. Tadarus yang dilakukan pada bulan Ramadhan berguna untuk melatih kelancaran kita dalam membaca Alquran, memahami makna Alquran, dan menyambung tali silaturahmi jika dilakukan di mesjid-mesjid. Tentang keutamaan berkumpul di masjid-masjid untuk mempelajari Alquran al-Karim, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Tidaklah berkumpul suatu kaum di salah satu rumah Allah seraya membaca Kitab Allah dan mempelajarinya di antara mereka, kecuali turunlah ketenangan atas mereka, serta mereka diliputi rahmat, dikerumuni para malaikat, dan disebut-sebut oleh Allah kepada para malaikat di dadapan-Nya." (HR. Muslim). Dalam hadits shahih dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bertemu dengan Jibril pada bulan Ramadhan setiap malam untuk membacakan kepadanya Alquran al-Karim. Hal ini menunjukkan dianjurkannya mempelajari Alquran pada bulan Ramadhan dan membacakan Alquran kepada orang yang lebih hafal. Dalam hadits Ibnu Abbas di atas disebutkan pula mudarasah (mendengar dan membacakan) antara Nabi dan Jibril terjadi pada malam hari. Ini menunjukkan dianjurkannya banyak-banyak membaca Alquran di bulan Ramadhan pada malam hari, karena malam merupakan waktu berhentinya segala kesibukan, kembali berkumpulnya semangat dan bertemunya hati dan lisan untuk merenungkan, sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah, artinya "Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyu'), dan bacaan di waktu itu lebih berkesan." (QS. al-Muzzammil: 6)
Etika Membaca Alquran
Di saat membaca Alquran seorang muslim perlu memperhatikan adab-adab berikut ini untuk mendapatkan kesempurnaan pahala dalam membaca Alquran:
a. membaca dalam keadaan suci dari najis dan duduk dengan sopan dan tenang
b. membaca Alquran dengan pelan (tartil) dan tidak cepat agar dapat menghayati ayat yang dibaca
c. membaca Alquran dengan khusyu’. Di dalam sebuah ayat Alquran, Allah Ta'ala menjelaskan sebagian dari sifat-sifat hambaNya yang shalih: " Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu'" (QS. Al-Isra': 109).
d. Membaca Alquran dimulai dengan isti’adzah. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Dan bila kamu akan membaca Alquran, maka mintalah perlindungan kepada Allah dari (godaan-godaan) syaithan yang terkutuk" (An-Nahl: 98). Apabila ayat yang dibaca dimulai dari awal surat, setelah isti'adzah terus membaca Basmalah, dan apabila tidak di awal surat cukup membaca isti'adzah. Khusus surat At-Taubah walaupun dibaca mulai awal surat tidak perlu membaca Basmalah, cukup dengan membaca isti'adzah saja.
e. Membaca Alquran dengan berusaha mengetahui artinya dan memahami inti dari ayat yang dibaca dengan beberapa kandungan ilmu yang ada di dalamnya. Firman Allah Ta'ala: "Maka apakah mereka tidak memperhatikan Alquran, ataukah hati mereka terkunci?" (QS. Muhammad: 24.
f. Membaca Alquran dengan tidak menganggu orang yang sedang sholat dan tidak perlu membacanya dengan suara yang keras atau di tempat yang banyak orang. Dalam hadits dijelaskan: "Ingatlah bahwasanya setiap hari dari kamu munajat kepada Rabbnya, maka janganlah salah satu dari kamu mengganggu yang lain, dan salah satu dari kamu tidak boleh mengangkat suara atas yang lain di dalam membaca (Al-Qur'an)" (HR. Abu Dawud, Nasa'i, Baihaqi dan Hakim)
g. Dengarkan bacaan Alquran. Jika ada yang membaca Alquran, maka dengarkanlah bacaannya itu dengan tenang, Allah Ta'ala berfirman: "Dan tatkala dibacakan Alquran, maka dengarkanlah dan diamlah, semoga kamu diberi rahmat" (QS. Al-A'raaf: 204).
h. Melakukan sujud tilawah (sujud Sajdah) ketika membaca ayat Sajadah.
i. Berdo'a setelah membaca Alquran. Dalam sebuah riwayat dijelaskan, bahwa para sahabat apabila setelah khatam membaca Alquran, mereka berkumpul untuk berdo'a dan mengucapkan: 'Semoga rahmat turun atas selesainya membaca Alquran. Setiap orang Islam wajib mengatur hidupnya sesuai dengan tuntunan Alquran dan harus dipelihara kesucian dan kemuliaannya, serta dipelajari ayat-ayatnya, dipahami dan dilaksanakan sebagai konsekuensi kita beriman ke-pada Alquran.
Ramadhan kali ini haruslah menjadi Ramadhan yang paling istimewa bagi diri kita dimana pada bulan ini kita mampu meningkatkan kemampuan membaca Alquran dengan baik sesuai dengan yang diperintahkan Allah terlebih lagi apabila kita mampu menghapal ayat demi ayat sekaligus mentadaburinya (memahami makna dan isinya) dengan baik pula. Buatlah target dalam bulan ini bahwa kita dapat mengkhatamkan Alquran minimal satu kali atau lebih. Marilah kita hidupkan bulan Ramadhan yang penuh barakah ini dengan mengisi hari-harinya dengan Alquran. Semoga Allah memberikan kekuatan kepada kita untuk selalu ta’at dan istiqamah. Allahumma anta rabbuna farzuqna tha’aatan wa istiqamatan Amin ya Rabbal ’Alamin.
Wallahu’alam bishshawwab