Rabu, 02 September 2009

LAYLAT ALFU SYAHRIN

MERAIH KEAGUNGAN LAYLATUL QADR
Di antara keistimewaan bulan Ramadhan adalah adanya satu malam yang Allah sebut ''lebih baik daripada seribu bulan''(khairun min alfi syahrin). Malam itu adalah laylatul qadar. Secara kebahasaan, kata qadar di dalam Alquran setidaknya dimaksudkan untuk tiga arti: penetapan dan pengaturan, kemuliaan, dan sempit. Berdasarkan arti pertama, laylatul qadar berarti suatu malam di mana segala hal yang menyangkut alam dunia ini ditetapkan dan diatur. Qadr berarti penetapan dan pengaturan sehingga laylatul qadr dipahami sebagai malam penetapan Allah bagi perjalanan hidup manusia. Pendapat ini dikuatkan oleh pendapat yang berpegang atas pengertian ini dengan firman Allah pada surah Ad-Dukhan ayat 3 ” Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan”. Ada ulama yang memahami penetapan itu dalam batas setahun. Alquran yang turun pada malam laylatul qadr diartikan bahwa pada malam itu Allah SWT mengatur dan menetapkan khiththah dan strategi bagi Nabi-Nya, Muhammad Saw, guna mengajak manusia kepada agama yang benar yang pada akhirnya akan menetapkan perjalanan sejarah umat manusia, baik sebagai individu maupun kelompok. Laylatul Qadar dalam pengertian ini juga mengandung makna awal penetapan kembali takdir Allah, maka umat Islam yang sedang menjalankan ibadah puasa dianjurkan bertadarus Alquran sebanyak mungkin, beriktikaf dan ibadah-ibadah lain seperti dicontohkan Rasulullah Saw. Tadarus Alquran berarti memahami segala kandungan Alquran secara menyeluruh, tidak sepotong-sepotong. Sehingga, Alquran benar-benar menjadi bagian dalam hidup kita yang hakiki. Selain itu, Nabi juga menganjurkan memperbanyak i’tikaf di dalam masjid. Ini yang selalu beliau praktekkan terutama pada 10 hari terakhir Ramadhan. Dalam i’tikaf, seseorang dianjurkan memperbanyak evaluasi dan introspeksi diri (muhasabah), menyadari segala kesalahan yang lalu, dan merenungi kebesaran Allah. Selanjutnya memandang masa depan secara positif, bertekad memperbaiki diri sendiri untuk tidak melakukan berbagai dosa dan kesalahan. Pada saat yang sama, bertekad meningkatkan amaliah sehari-hari yang diridhai Allah.
Laylatul Qadar menurut makna kedua yaitu kemuliaan. Surat Al-Qadar menjelaskan kemuliaan ini adalah disebabkan adanya berbagai peristiwa istimewa. Di antaranya peristiwa turunnya Alquran. Karena laylatul qadar merupakan diturunkannya Alquran di samping malam ditetapkannya segala sesuatu, maka hakikatnya ia lebih baik dari apa pun juga. Alquran menggambarkannya dengan hitungan seribu bulan. Artinya, bahwa ketika seseorang dalam perenungannya memahami kebesaran Allah dengan membaca ayat demi ayat Alquran beserta memahami maknanya, maka saat itulah momen laylatul qadar akan menemuinya. Makna seribu bulan menurut Abu al-’Aliyah berarti sepanjang tahun karena orang Arab dahulu menganggap bahwa seribu itu adalah bilangan yang tertinggi. Beliau juga menambahkan bahwa disebutkan seribu bulan karena ahli ibadah umat sebelum Rasulullah Muhammad Saw tidak akan disebut sebagai ahli ibadah kecuali ia beribadah selama seribu bulan, maka Allah menjadikan untuk umat Muhammad yang beribadah pada malam laylatul qadar mendapat ganjaran yang sama dengan ibadah umat terdahulu yaitu hitungan seribu bulan. Malam itu tidak akan menemui orang-orang yang belum siap, dalam artian bahwa jiwanya belum mampu untuk menerimanya. Ia hanya menghampiri orang-orang yang sejak awal Ramadhan benar-benar telah siap, yaitu orang-orang yang selalu menghidupi malam-malamnya dengan ibadah kepada Allah.
Makna ketiga dari kata qadar adalah sempit. Ia dikatakan sempit karena banyaknya malaikat Allah yang turun memberikan ketenangan dan kedamaian pada jiwa manusia hingga waktu pagi datang. Mengenai malaikat yang turun ini, ulama Muhammad Abduh mengilustrasikan mereka sebagai bisikan yang baik. Turunnya malaikat pada laylatul qadar menemui orang yang mempersiapkan diri menyambutnya berarti bahwa ia selalu disertai oleh malaikat, sehingga jiwanya selalu terdorong untuk melakukan kebaikan-kebaikan. Jiwanya akan selalu merasakan kedamaian yang tidak terbatas sampai waktu fajar bahkan menurut sebahagian pendapat ulama sampai akhir hayat menuju fajar kehidupan baru di hari kemudian kelak. Syaikh Muhammad 'Abduh pernah menjelaskan pandangan Imam Al-Ghazali tentang kehadiran malaikat dalam diri manusia. Abduh memberikan ilustrasi berikut:"Setiap orang dapat merasakan bahwa dalam jiwanya ada dua macam bisikan, yaitu bisikan baik dan buruk. Manusia seringkali merasakan pertarungan antara keduanya, seakan apa yang terlintas dalam pikirannya ketika itu sedang diajukan ke satu sidang pengadilan. Yang ini menerima dan yang itu menolak, atau yang ini berkata lakukan dan yang itu mencegah, demikian halnya sampai pada akhirnya sidang memutuskan sesuatu. Yang membisikkan kebaikan adalah malaikat, sedangkan yang membisikkan keburukan adalah syaithon atau paling tidak penyebab adanya bisikan tersebut adalah malaikat atau syaithon.
Di atas telah dikemukakan bahwa Nabi Saw, menganjurkan sambil mengamalkan aktivitas amaliyah melakukan i'tikaf di masjid dalam rangka perenungan dan penyucian jiwa. Masjid adalah tempat suci, tempat segala aktivitas kebajikan bermula. Di masjid, seseorang diharapkan merenung tentang diri dan masyarakatnya. Juga, di masjid, seseorang dapat menghindar dari hiruk-pikuk yang menyesakkan jiwa dan pikiran guna memperoleh tambahan pengetahuan dan pengayaan iman. Itulah sebabnya ketika melakukan i'tikaf, seseorang dianjurkan untuk memperbanyak doa dan bacaan Alquran, atau bahkan bacaan-bacaan lain yang dapat memperkaya iman dan ketakwaan.
Malam al-qadr, yang ditemui atau yang menemui Nabi pertama kali adalah ketika beliau menyendiri di Gua Hira, merenung tentang diri beliau dan masyarakat. Ketika jiwa beliau telah mencapai kesuciannya, turunlah Al-Ruh (Jibril) membawa ajaran dan membimbing beliau sehingga terjadilah perubahan total dalam perjalanan hidup beliau bahkan perjalanan hidup umat manusia. Dalam rangka menyambut kehadiran laylat al-qadr itu yang beliau ajarkan kepada umatnya, antara lain, adalah melakukan i'tikaf. Bagi kaum wanita yang sedang dalam keadaan berhalangan untuk sholat sekalipun, maka tidak ada halangan untuk menanti kedatangan laylat al-qadr, mereka bisa melakukan kegiatan ibadah seperti berzikir, dan memanjatkan doa-doa untuk kebaikan di dunia dan di akhirat, ataupun menanamkan suatu niat di dalam hati untuk selalu berbuat kebajikan.
Walaupun i'tikaf dapat dilakukan kapan saja dan dalam waktu berapa lama saja. Nabi Saw selalu melakukannya pada sepuluh hari dan malam terakhir bulan puasa. Di sanalah beliau bertadarus dan merenung sambil berdoa. Salah satu doa yang paling sering beliau baca dan hayati maknanya adalah: Rabbana atina fial-dunya hasanah, wa fi al-akhirah hasanah wa qina 'adzab al-nar (Wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami kebajikan di dunia dan kebajikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka). Doa ini bukan sekadar berarti permohonan untuk memperoleh kebajikan dunia dan kebajikan akhirat, tetapi lebih-lebih lagi bertujuan untuk memantapkan langkah dalam berupaya meraih kebajikan yang dimaksud, karena doa mengandung arti permohonan yang disertai usaha. Permohonan itu juga berarti upaya untuk menjadikan kebajikan dan kebahagiaan yang diperoleh dalam kehidupan dunia ini, tidak hanya terbatas dampaknya di dunia, tetapi berlanjut hingga hari kemudian kelak. Kalau yang demikian itu diraih oleh manusia, maka jelaslah ia telah memperoleh kemuliaan dunia dan akhirat.
Mengenai kepastian tentang waktu datangnya laylat al-qadr tidak ada yang dapat memastikan, hal ini memberikan hikmah agar orang yang beriman banyak-banyak mengerjakan amal kebaikan dalam rangka meraih malam ini. Namun demikian terdapat sebuah penjelasan tentang waktu kedatangannya diantaranya hadis Nabi berikut ini: "Carilah Laylatul Qadr di sepuluh malam akhir pada bulan Ramadhan." (Muttafaq 'alaih). Pada waktu ini perbanyaklah melakukan shalat, dzikir, do'a dan lain-lain sehingga terus bertambah kedekatan kepada Allah dan bertambah pula pahala mereka. Allah juga merahasiakan itu sebagai ujian agar diketahui siapakah yang bersungguh- sungguh meraih malam ini dan siapa yang bermalas-malasan dan meremehkannya. Karena orang yang berkeinginan mendapatkan sesuatu maka dia pasti akan bersungguh- sungguh untuk memperolehnya, tanpa mempedulikan rasa letih dalam rangka menempuh jalan untuk mencapainya. Pada malam itu hamba yang beribadah akan mendapat ganjaran pahala sebanyak orang yang beribadah selama seribu bulan. Pada malam ini juga para malaikat turun ke bumi termasuk Jibril dengan izin Allah untuk memberikan keselamatan dan kesejahteraan kepada orang-orang yang beribadah dan melakukan kebajikan ketika itu. Untuk itu selama kita masih diberi kesempatan menikmati jamuan Allah dalam bulan yang penuh berkah ini maka berlomba-lombalah meraih malam yang penuh berkah ini dan marilah kita berdoa agar Allah memperkenankan dan menganugerahkan kita memperoleh malam laylatul qadar (Allahumma hab lanaa laylatal qadar... Amiin Ya Mujiibassaailiin).
Wallahu’alam bisshawwab

0 Responses to “LAYLAT ALFU SYAHRIN”

Posting Komentar