Kamis, 08 Januari 2009

Momentum tahun baru

HIJRAH DAN PERUBAHANMomentum pergantian tahun adalah saat yang tepat untuk melakukan perbaikan dan perubahan agar kehidupan kita lebih berkualitas. Yang tersisa dari hijrah saat ini adalah kebulatan tekad, dengan niat yang teguh dan kuat untuk berusaha melakukan yang terbaik, demikian pesan Rasulullah Saw.
Saat ini kita telah berada di awal tahun baru 1430 Hijriah, yang disebut dengan tahun baru Islam, dan tahun 2009 Miladiah/Masehi. Momentum pergantian tahun kedua perhitungan kalender tersebut baru saja kita lalui dengan kurun waktu yang tidak berjauhan antara keduanya. Terlihat perbedaan yang sangat menyolok dalam cara masyarakat Muslim menyambut momentum pergantian kedua tahun tersebut. Di saat hampir semua orang tumpah ruah merayakan tahun baru Masehi, tidak sedikit umat Islam yang tidak peduli dengan pergantian tahun baru Islam. Namun, apapun cara yang dilakukan, kita hanya berharap semoga dapat melakukan yang terbaik di tahun ini, melebihi tahun-tahun sebelumnya.

Secara astronomis, peristiwa pergantian hari, minggu, bulan dan tahun, baik itu Masehi yang berdasarkan perhitungan matahari maupun Hijriah yang berdasarkan perhitungan bulan, adalah sebuah peristiwa alamiah yang terjadi berdasarkan ketetapan Allah di alam raya ini. Ketetapan itu tidak berubah dan tidak dapat diubah oleh siapa pun, terlepas dari suka atau tidak suka. Sisi lain, pergantian waktu berjalan seiring dengan pergantian musim, satu hal yang menentukan kehidupan makhluk di muka bumi. Dengan demikian, waktu adalah kehidupan yang harus diisi dengan sesuatu yang bermakna dan berkualitas. Siklus kehidupan bagi manusia adalah sebuah ujian dan pertaruhan kualitas hidup seseorang.

Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. (QS. Ali Imran [3]: 140).

Suka dan duka, kaya dan miskin, terhormat dan terhina dalam kehidupan ini barulah sekadar soal ujian tersebut. Maka keliru jika ada yang beranggapan, kesenangan dan kemuliaan hidup yang dialaminya di dunia ini sebagai bentuk kasih sayang Tuhan. Demikian juga mereka yang beranggapan, kesulitan hidup adalah bentuk penistaan dan penghinaan Tuhan terhadap dirinya.

Maka tidaklah sepenuhnya tepat jika dikatakan musibah yang terus mendera bangsa ini, mulai dari tsunami, gempa bumi, banjir, tanah longsor dan sebagainya, sebagai bentuk murka Tuhan, sebab ternyata andil manusia dalam musibah tersebut seperti pengrusakan lingkungan juga sangatlah besar. (QS. Al-Fajr [89]: 15-16).

Momentum pergantian tahun adalah saat yang tepat untuk melakukan perbaikan dan perubahan agar kehidupan kita lebih berkualitas. Hijrah Rasul dan para sahabatnya dari Mekah ke Madinah, yang menjadi tonggak perhitungan tahun hijriah, telah dinyatakan selesai dengan ditaklukkannya kota Mekah pada tahun ke-8 hijriah. Yang tersisa dari hijrah saat ini adalah kebulatan tekad, dengan niat yang teguh dan kuat, untuk berusaha melakukan yang terbaik, demikian pesan salah satu sabda Rasulullah Saw (Lâ hijrata ba`dal fath, walâkin jihâdun wa niyatun). Hijrah tersebut, seperti diisyaratkan dalam sebuah hadis lain, hendaknya berorientasi jauh ke depan, melampaui batas-batas kepentingan dan tujuan hidup sesaat. Perubahan dan perbaikan tidak dilakukan dengan perhitungan kepentingan jangka pendek dan sesaat, tetapi dengan niat untuk menggapai ridha Allah dan Rasul-Nya.

Inilah saat yang tepat untuk melakukan introspeksi diri, atau dengan istilah lain ber-muhasabah, sebab kualitas hidup seorang mukmin tidak terlepas dari perhitungan dan perencanaan. Allah berfirman :

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (18)
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS. Al-Hasyr [59]: 18).

Ayat ini mengajak kita untuk menatap hari esok dengan berkaca pada kehidupan masa kini dan masa lalu. Ketiganya: masa kini, masa lampau dan masa mendatang adalah satu kesatuan yang membentuk kehidupan seseorang. Malek Ben Nabi, seorang cendekiawan Muslim terkemuka asal Al-Jazair merumuskan, kebangkitan dan kejayaan peradaban suatu komunitas sangat ditentukan oleh tiga hal; manusia, waktu dan alam. Peradaban terbangun berdasarkan hasil interaksi manusia dengan waktu yang digunakan secara baik dalam hidupnya, dan interaksi manusia dengan alam yang menjadi sumber kehidupan.

Pengungkapan kata "hari esok" (lighad) pada ayat di atas dalam bentuk nakirah (yang belum diketahui), menurut sementara pakar adalah untuk menggambarkan kedahsyatan dan keagungan hari tersebut, yang dipahami oleh banyak ahli tafsir sebagai hari kiamat. Tetapi kata “esok” dalam ayat tersebut juga dapat dipahami sebagai hari atau waktu setelah hari ini. Dengan begitu, setiap waktu dalam kehidupan seorang Mukmin hendaknya dilalui dengan penuh perhitungan. Pengungkapan waktu dengan kata al-‘ashr dalam al-Qur’an yang seakar kata dengan ashîr (jus buah/perasan) mengesankan bahwa waktu adalah sesuatu yang harus diperas agar menghasilkan kehidupan yang berkualitas.

Pentingnya perhitungan dan perencanaan dalam hidup juga disampaikan al-Quran melalui kisah Nabi Yusuf ketika ia menakwil mimpi sang raja yang melihat dalam tidurnya 7 ekor sapi gemuk yang dimakan oleh 7 ekor sapi kurus, serta 7 tangkai gandum hijau dan kering. Satu dari dua mimpi itu berhasil ditakwil oleh Nabi Yusuf dengan baik saat ia berada dalam penjara. Dalam takwilnya, Nabi Yusuf menjelaskan bahwa 7 tahun masa kejayaan harus disertai dengan persiapan dan perhitungan ketika akan memasuki 7 tahun masa sulit dan paceklik. Kesenangan tidak boleh membuat kita terlena, sehingga lupa bahwa suatu saat akan datang masa kesulitan. Hendaknya ada yang disisihkan dari perolehan di masa jaya sebagai bekal, sebab boleh jadi ia akan mengalami kesulitan di masa mendatang.

Mimpi lain yang ditakwil oleh Nabi Yusuf yaitu yang dialami dua sahabatnya dalam penjara, yang satu memeras anggur dan lainnya membawa roti di atas kepala yang kemudian dimakan burung. Dalam takwilnya Yusuf memprediksi, yang memeras anggur akan menjadi terhormat sebagai pelayan Raja, sedangkan yang lainnya akan disalib karena kesalahannya.

Terdapat korelasi yang kuat antara kedua mimpi tersebut, yaitu pentingnya pemanfaatan dan perhitungan terhadap waktu dalam kehidupan. Kedua mimpi tersebut mengisyaratkan, keberhasilan dan kualitas hidup sangat ditentukan oleh perencanaan yang matang, dengan memperhitungkan setiap waktu yang dilaluinya. Waktu adalah sesuatu yang harus diperas seperti halnya anggur harus diperas untuk dapat menghasilkan minuman yang lezat. Hidup harus diisi dengan hal-hal yang bersifat produktif, bukan sekadar konsumtif.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Rasulullah bersabda; “Manusia yang cerdas dan bijak adalah mereka yang selalu ber-muhasabah (melakukan introspeksi diri), dan berpikir ke depan tentang bekal yang akan dibawanya setelah kematian”.

Ibnu ‘Arabi, seorang tokoh sufi besar, dalam bukunya al-Futûhât al-Makkiyyah, menceritakan tradisi/kebiasaan guru-gurunya. Setiap hari, katanya, mereka selalu mencatat dalam buku harian apa yang mereka lakukan dan ucapkan sejak matahari terbit di pagi hari sampai matahari terbenam di sore hari. Malam harinya, mereka membuka kembali catatan tersebut; jika banyak hal baik dan positif dalam buku itu mereka bersyukur kepada Allah, dan bila menemukan hal negatif mereka bertobat dengan beristighfar kepada Allah. Kebiasaan itu mereka lakukan setiap hari.

Dalam kesempatan muhâsabah ini penting untuk direnungkan ucapan Imam Hasan bin Ali: "Seseorang yang hanya mencari kesenangan duniawi akan tenggelam di dalamnya, siapa yang zuhud terhadapnya tidak akan peduli siapa yang memperolehnya, seseorang yang mencintainya akan menjadi budak yang memilikinya. Tertipu bagi mereka yang tidak ada kemajuan dalam hari-hari kehidupannya, dan merugi mereka yang hari esoknya lebih buruk dari hari ini. Siapa yang tidak merasa kekurangan dalam hidupnya, sesunguhnya dia telah berada dalam kekurangan. Saat itulah kematian akan lebih berharga bagi dirinya".

Marilah kita songsong hari esok dengan yang lebih baik. Hari esok yang cerah tidak akan dapat diperoleh tanpa usaha keras. Tokoh sufi terkemuka, Ibu Atha’illah al-Sakandari berpesan, akhir perjalanan yang cerah hanya akan diperoleh dengan usaha keras pada langkah pertama (man lam takun lahu bidâyatun muhriqah lam takun lahu nihâyatun musyriqah

0 Responses to “Momentum tahun baru”

Posting Komentar