Selasa, 13 Januari 2009

Mengembangkan potensi manusia

PENDIDIKAN SEBAGAI UPAYA PENGEMBANGAN POTENSI MANUSIA
Fatma Yulia

Manusia dan Potensinya
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling potensial. Berbagai kelengkapan yang dimiliki manusia memberikan kemungkinan baginya untuk meningkatkan kualitas sumber daya dirinya. Secara biologis manusia tumbuh dari makhluk yang lemah secara fisik (janin dan bayi), menjadi remaja, dewasa dan kemudian menurun kembali kekuatannya dan setelah itu pertumbuhan manusia berakhir pada kematian. Di luar itu manusia juga memiliki potensi mental yang memberi peluang baginya untuk meningkatkan kualitas sumber daya insaninya (Jalaluddin:2001). Lebih dari itu manusia juga memiliki kemampuan untuk menghayati berbagai masalah yang bersifat abstrak seperti simbol-simbol, ucapan dan ungkapan hingga pengenalan kepada penciptanya. Potensi itu seluruhnya dinilai sebagai pengarahan dari Penciptanya agar manusia mampu menjalani perannya sebagai hamba Allah dalam pola dan perilaku yang benar. Dalam bahasa Islam, potensi ini disebut juga dengan fitrah.
Secara garis besar potensi (fitrah) tersebut terdiri dari dari empat potensi utama yang secara otomatis telah Allah anugerahkan,yaitu:
Potensi naluriah (hidayat al-gharizziyat)
Potensi naluriah ini merupakan sebuah dorongan yang sifatnya primer berfungsi untuk memelihara keutuhan dan kelanjutan hidup manusia. Diantara dorongan tersebut adalah berupa instink untuk memelihara diri, seperti makan, minum, penyesuaian tubuh terhadap lingkungan dan sebagainya. Dorongan ini berguna bagi manusia agar eksistensinya terjaga supaya tetap hidup Kemudian dorongan yang kedua, yaitu dorongan untuk mempertahankan diri. Bentuk dorongan ini dapat berupa nafsu marah, bertahan atau menghindar dari gangguan yang mengancam dirinya baik oleh sesama makhluk maupun oleh lingkungan alam. Dorongan mempertahankan diri berfungsi untuk memelihara manusia dari ancaman dari luar dirinya. Realisasi berupa karya busana, senjata, tempat tinggal dan sebagainya.
Adapun dorongan yang ketiga, berupa dorongan untuk mengembangkan jenis. Dorongan ini berupa naluri seksual. Manusia pada tahap pencapaian kematangan fisik (dewasa) menjadi tertarik terhadap lawan jenisnya. Dengan adanya dorongan ini manusia dapat mengembangkan jenisnya dari satu generasi ke generasi sebagai pelanjut kehidupan (Al-Attas:1986). Ketiga macam dorongan tersebut melekat pada diri manusia secara fitrah. Diperoleh tanpa harus melalui proses belajar. Karena itu dorongan ini disebut sebagai dorongan naluriah atau dorongan instinktif. Dorongan yang siap pakai, sesuai dengan kebutuhan dan kematangan perkembangannya.
Potensi inderawi (hidayat al-hissiyat)
Potensi inderawi erat kaitannya dengan peluang ,manusia untuk mengenal sesuatu di luar dirinya. Melalui alat indera yang dimilikinya, manusia dapat mengenal suara, cahaya,warna, rasa, bau dan aroma maupun bentuk sesuatu (Al-Jamaly:1981). Jadi indera berfungsi sebagai media yang menghubungkan manusia dengan dunia di luar dirinya. Potensi inderawi yang umum dikenal terdiri atas indera penglihat, pencium, peraba, pendengar dan perasa. Namun di luar itu masih ada sejumlah alat indera dalam tubuh manusia yang difungsikan melalui pemanfaatan alat indera yang sudah siap pakai seperti mata, telinga, hidung,lidah, kulit, otak maupun fungsi syaraf.
Potensi akal (hidayat al-Aqliyyat)
Berbeda dengan dua potensi di atas, potensi akal ini hanya dimiliki oleh manusia. Adanya potensi ini menyebabkan manusia dapat meningkatkan dirinya melebihi makhluk-makhluk lain ciptaan Allah. Potensi akal memberi kemampuan kepada manusia untuk memahami simbol-simbol, hal-hal yang abstrak, menganalisa, membandingkan maupun membuat kesimpulan dan akhirnya memilih maupun memisahkan antara yang benar dari yang salah (Anharuddin:1987). Kemampuan akal mendorong manusia berkreasi dan berinovasi dalam menciptakan kebudayaan serta peradaban. Manusia dengan kemampuan akalnya mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, mengubah serta merekayasa lingkungannya menuju situasi kehidupan yang lebih baik, aman dan nyaman.
Potensi keagamaan (hidayat al-Diniyyat)
Pada diri manusia sudah ada potensi keagamaan, yaitu dorongan untuk mengabdi kepada sesuatu yang dianggapnya memiliki kekuasaan yang lebih tinggi. Dorongan untuk mengabdi ini terangkum dari berbagai macam unsur emosi seperti perasaan kagum,perasaan ingin dilindungi, perasaan tidak berdaya, perasaan takut, perasaan bersalah dan lain sebagainya. Gejala-gejala emosional ini mendorong manusia untuk memuja sesuatu yang dinilainya dapat menetralisasi perasaan-perasaan tersebut (Langguung:1989). Pada masyarakat primitif , fenomena ini ditampilkan dalam bentuk pemujaan pada benda-benda alam yang bersifat konkret, sebaliknya pada masyarakat maju, terkadang terjadi pergeseran ke hal-hal yang lebih abstrak. Dalam kasus-kasus seperti di atas terlihat bahwa bagaimanapun sederhananya peradaban manusia, dorongan untuk mengabdi dan tunduk kepada sesuatu yang dianggap adikuasa tetap ada. Dalam pandangan filsafat pendidikan Islam dorongan tersebut merupakan fitrah (QS.30:30). Dorongan ini adalah bagian dari faktor intern (bawaan sejak lahir) sebagai anugerah Allah.
Dorongan ini menggambarkan bahwa pada diri manusia memang sudah ada rasa keberagamaan dalam bentuk kecenderungan untuk menundukkan diri kepada sesuatu yang dikagumi, disamping jenis perasaan lainnya. Dalam berbagai kajian tentang psikologi agama, antropologi agama maupun sosiologi agama,terlihat bahwa dalam kehidupannya manusia memang tidak dapat dipisahkan dari agama. Ada kecenderungan untuk beragama pada manusia baik secara individu maupun kelompok (Arifin: 1994).
Kajian psikologi agama mengeidentifikasikan bahwa pada diri manusia terdapat rasa penyesalan dan rasa bersalah (sense of guilt). Kemudian temuan antropologi budaya maupun anropologi fisik, menunjukkan baik lingkungan masyarakat asli (primitif) maupun modern dijumpai adanya upacara-upacara ritual dan benda-benda yang dianggap suci. Sedangkan sosiologi agama mengemukakan tentang temuan terhadap nilai-nilai suci dalam tatanan kehidupan sosial di masyarakat (Daradjat:1992) . Sesungguhnya keempat potensi fitrah manusia ini merupakan karakteristik dasar kehidupan manusia.

B. Tugas Pendidikan Dalam Pengembangan Potensi Manusia
Menurut Abdurrahman Al-Bani, tugas pendidikan dalam pengembangan potensi adalah menjaga dan mengerahkan fitrah atau potensi tersebut menuju kebaikan dan kesempurnaan, serta merealisasikan program tersebut secara bertahap (Myskar:1989). Pengembangan berbagai potensi manusia (fitrah) ini dapat dilakukan dengan kegiatan belajar, yaitu melalui institusi-institusi. Belajar yang dimaksud tidak harus melalui pendidikan di sekolah saja, tetapi juga dapat dilakukan di luar sekolah, baik dalam keluarga maupun masyarakat ataupun melalui institusi sosial yang ada.
Menurut pendapat ahli sosiologi, secara sosiologis institusi-institusi sosial tersebut dapat dikelompokkan ke delapan macam, yaitu keluarga, institusi keagamaan, institusi pengetahuan, ekonomi, politik, kebudayaan, keolahragaan dan media massa. Setiap institusi ini memiliki simbol, identitas fisik dan nilai-nilai hidup yang menjadi pedoman perilaku anggotanya. Simbol tiap-tiap institusi tersebut antara lain perkawinan, keyakinan dan ritus keagamaan. Selanjutnya yang menjadi identitas fisik antara lain:mesjid, sekolah, pabrik atau toko, majalah, televisi dan lain-lain (Tanlain: 1992).
Nilai hidup yang menjadi pedoman perilaku warganya secara berturut-turut adalah sosial kekeluargaan, etik religius, rasional etik, kekuasaan untuk mengabdi, sehat sportif dan informatif serta bertanggung jawab. (Zaini:1991).

0 Responses to “Mengembangkan potensi manusia”

Posting Komentar