Minggu, 14 Maret 2010

sindrom facebook

Sindrom Facebook
Fatma Yulia

Dunia media Indonesia akhir-akhir ini sedang disibukkan dengan berita-berita hangat yang berkaitan dengan facebook (baca: fesbuk). Beberapa orang tua kelimpungan anak gadisnya hilang setelah berhubungan melalui media jejaring sosial ini. Peristiwa ini terus terjadi dan hampir setiap hari dalam dua minggu belakangan orang tua antri melaporkan kehilangan anaknya gara-gara fesbuk. Fesbuk menjadi terkenal dan orang-orang tua pun ikut-ikutan menjadi terkenal karena sering muncul dan diwawancari stasiun TV. Fesbuk menjadi sindrom bagi masyarakat Indonesia. Sindrom yang berarti gejala yang terjadi secara serentak yang menandai ketidaknormalan tertentu dan biasanya bersama-sama membentuk pola yang dapat diidentifikasi. Sindrom fesbuk secara revolusi membentuk perilaku masyarakat yang mengenal internet ataupun handphone yang menyediakan fasilitas tersebut untuk tahu benda apa yang disebut fesbuk ini dan menjadi ramai dibicarakan.
Mungkin bagi sebagian orang menganggap tidak terlalu peduli dengan fesbuk sehingga mau ngetrend atau tidak bukanlah menjadi soal. Tetapi bagi sebagian orang yang terkena wabahnya akan menjadi tergila-gila kalau bisa dikatakan terhadap barang baru ini. Fesbuk merupakan sebuah situs jejaring sosial yang mengetengahkan profil atau jati diri seseorang untuk dapat dilihat oleh seluruh dunia untuk mengaksesnya. Melalui media ini seseorang dapat memperkenalkan dirinya atau mencari tau tentang seseorang yang dikagumi atau yang tidak pernah dikenalnya sama sekali. Media ini juga menyediakan ruang untuk menampilkan foto-foto wajah kita agar dilihat oleh manusia di seantero jagat ini. Sehingga secara tidak langsung kita menjadi terkenal dan mensugesti seseorang untuk mengenal kita.
Kita cenderung risih bila dikatakan gak gaul sehingga langsung memuja trend dan mencintai kecenderungan orang banyak. Wabah fesbuk cepat sekali menyebar di tengah masyarakat. Orang seperti kehausan info-info terbaru dan trend-trend sosial. Sekarang ini, internet dianggap simbol kemajuan yang artinya kalau kita gemar berinternet namun tidak memiliki akun jejaring sosial (fesbuk), akan terasa aneh. Tidak heran kalau anak-anak SD pun berbondong-bondong bikin akun (mendaftar menjadi peserta) di fesbuk. Sebagian siswa bahkan tidak sungkan menanyakan akun fesbuk gurunya. Sebab mereka pun sudah risih kalau disebut ketinggalan zaman. Bahkan ibu-ibu baik yang bekerja di kantor meskipun tidak semua atau yang menjadi ibu rumah tangga juga ketularan wabah ini. Bahkan seorang ibu rumah tangga sangking asyik berfesbuk ria lupa mengurus anaknya yang mau sekolah ataupun keperluan lainnya. Bahkan terkadang mampu berlama-lama di depan komputer ataupun berjam-jam memegang handphone sambil tertawa sendiri merupakan salah satu keanehan lainnya dari fesbuk ini. Terkadangpun sholat dikerjakan di ujung-ujung waktu seolah-olah sholatnya dijamak karena tanggung.
Kehadiran fesbuk sebagai jejaring sosial ini tentu saja menuai beragam dampak, baik dampak positif atau negatif, tetapi juga dapat menciptakan satu gerakan sosial untuk menciptakan atau menjatuhkan imej sekelompok orang atau pejabat sekalipun. Contoh dukungan terhadap bibit-chandra (KPK) ataupun terhadap Prita (kasus RS Omni) menjadi sebuah aksi sosial yang fenomenal karena mampu membuat pemerintah jadi turun tangan untuk ikut mengurusnya. Juga yang baru-baru ini terjadi dipampangnya foto bupati dan wakilnya dengan vulgarnya di fesbuk milik sang bupati. Selain fesbuk jejaring sosial lainnya yang membuat masyarakat mampu berevolusi adalah twitter yang punya ambisi yang sama dengan fesbuk yaitu memperkenalkan diri ke khalayak ramai, yang juga banyak menuai dampak seperti kasus luna Maya atau Mario teguh (yang akhirnya menutup situs ini). Sebenarnya sebelum fesbuk, twitter sudah ada situs yang juga mirip-mirip yaitu frenster yang belakangan kurang dikenal karena digusur dengan anak baru yang bernama fesbuk dan twitter.
Tidak dapat dipungkiri memang manfaat fesbuk ini juga dapat dirasakan selain sensasi-sensasi yang dimunculkannya. Bahwa sesungguhnya melalui fesbuk dapat menipiskan jarak psikologis satu sama lain. Istilah lainnya adalah menjalin silaturahmi dengan orang-orang yang sudah lama tidak bertemu untuk selanjutnya merekatkan kenangan masa lalu dengan bercanda berdasarkan cerita masa kini. Tadinya hubungan yang sangat jauh karena terbentang dinding yang tinggi, maka melalui fesbuk bisa saling bertemu dengan menuliskan apa yang menjadi ungkapan hati melalui wall (dinding) yang terdapat pada fitur yang disediakan oleh fesbuk. Bahkan tadinya dibatasi oleh jurang yang lebar sekarang hanya dibatasi oleh pulsa.
Manfaat lainnya juga dirasakan oleh para ustadz, kiyai, tokoh ilmuwan, pejabat negara maupun organisasi massa lainnya. Para ustadz (tentunya yang favorit atau gaul misalnya) memanfaatkan fesbuk sebagai media dakwah dengan menyampaikan pesan-pesan agama atau jadwal pengajian serta seluruh kegiatan-kegiatan keagamaan kepada seluruh jama’aahnya, atau sebagai media tanya jawab seputar persoalan agama. Bahkan Syeikh Ramadhan al-Bouthi ulama karismatik dari Syiria memiliki akun fesbuk yang siap menjawab berbagai pertanyaan seputar masalah agama secara langsung kepada sepenanya pada waktu itu juga seperti seolah-olah kita sedang berada dihadapannya. Pengaruh fesbuk ini juga menambahkan keberanian kita untuk berhadapan langsung dengan tokoh-tokoh agama dunia bahkan berkomunikasi langsung.
Selain itu adapula kelemahannya. Karena tidak selamanya jarak psikologis yang sirna itu dikehendaki, dan tak selamanya kenangan-kenangan yang ada perlu digali-gali lagi. Dan dinding dan jurang psikologis itu, terkadang melayani suatu fungsi, yang kita sadari maupun tidak kita sadari. Sehingga jejaring sosial adalah semacam laboratorium besar, dimana anggotanya adalah kelinci percobaan untuk suatu iklim sosial yang sama sekali baru. Seseorang dengan leluasa menuangkan curahan hatinya bahkan cacian dan makian bagi orang-orang yang tidak disenanginya. Sebenarnya sungguh sangat riskan dan memprihatinkan kalau hal ini terjadi. Sehingga tidak berlebihan orang menyebut fesbuk adalah revolusi. Revolusi, memang sering minta banyak biaya. Biaya yang pertama adalah terkaget-kaget.Termasuk fesbuker (penganut/pemakai fesbuk), kalau tidak hati-hati mengelola keheranan dan keinginannya, bisa dengan mudah kecanduan. Syukur-syukur kalau kecanduannya bisa dikelola, sehingga satu saat sadar untuk kembali memperlakukan modernitas tersebut secara proporsional. Dari koran-koran, media televisi kelihatannya sudah banyak korban yang melibatkan fesbuk mulai dari penculikan, perdagangan manusia,jual beli barang-barang terlarang seperti narkoba sebagaimana modus-modus yang sering ditemukan pihak kepolisian. Para apologis (pembela) fesbuk memang bisa berkilah. Bahwa penculikan, prostitusi, perselingkuhan bisa dengan dan tanpa fesbuk, namun apakah bisa ditampik, bahwa fesbuk dan jejaring sosial, membuka peluang baru yang lebar untuk terjadinya kejahatan-kejahatan tersebut.
Remaja memang labil. Dalam kelabilannya, sangat mungkin fesbuk membuatnya lost in forest, (orang yang sesat di dalam hutan) lalu diculik atau menculik. Seperti kasus-kasus yang sedang terjadi bahkan ketika ditemukan remaja wanita tersebut sudah kehilangan kegadisannya , bahkan sampai melakukan nikah siri. Sehingga pemerintah pun akan mengangkat fenomena nikah siri menjadi sebuah RUU (Rancangan Undang-Undang) yang akan mempidanakan pelakunya, karena imbas dari fesbuk ini. Demikian pula rumah tangga, memiliki saat-saat labil. Berapakah yang lari ke fesbuk dan menemukan pelampiasan atau curhatan yang lebih melegakan ketimbang pasangannya. Untuk selanjutnya menciptakan dosa baru yaitu berselingkuh. Na’udzubillahi min dzalik.
Akhirnya, kita tahu, ada orang yang dianggap atau merasa gila karena tidak ikut fesbuk. Ada pula yang tergila-gila dengan fesbuk, dan ada juga yang melakukan perbuatan gila dengan memanfaatkan fesbuk. Mereka itu semua, gila gara-gara fesbuk. Maka bagi orang tua diharapkan mampu mengontrol aktivitas anak-anak remaja tanpa mengekang kreativitasnya dan kita semua mampu menjadi kontrol sosial agar tidak tergerus dengan trend-trend baru yang menyesatkan.
Wallahu’alam bishshawwab.

0 Responses to “sindrom facebook”

Posting Komentar