Minggu, 14 Maret 2010

pathologi society

Menjauhi Enam Penyakit Sosial

Fatma Yulia

” Wahai orang-orang yang beriman janganlah segolongan kamu merendahkan(mengolok-olok) golongan yang lain, boleh jadi golongan yang direndahkan itu lebih baik dari golongan yang merendahkan. Begitu juga dengan para wanitanya maka janganlah satu kaum wanita merendahkan kaum wanita yang lain boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik dari yang merendahkan. Juga janganlah kamu mencela dirimu sendiri, dan janganlah kamu memanggil seseorang dengan gelar yang buruk karena sesungguhnya gelar yang buruk itu adalah seburuk-buruk nama setelah beriman. Barangsiapa yang tidak bertaubat maka mereka termasuk orang-orang yang zhalim. Wahai orang-orang yang beriman jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan dan janganlah kamu menceritakan aib (ghibah)satu sama lain apakah kamu senang memakan bangkai saudaramu sendiri? Tentu kamu akan jijik dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”(QS: Al-Hujuraat : 11-12).

Petikan dua ayat di atas ditujukan kepada orang-orang yang beriman untuk menjaga kehidupan mereka di masyarakat sebagai seorang saudara. Ayat sebelumnya menerangkan bahwa ”Sesungguhnya orang-orang mukmin itu adalah bersaudara maka sesama saudara harus saling mendamaikan”. (QS. al-Hujurat ayat 10). Kemudian Allah menjelaskan bahwa untuk menjamin kedamaian antara seorang mukmin yang satu dengan yang lainnya dan mengambil wadah dalam bentuk masyarakat harus menjauhi enam penyakit yang dapat merongrong perdamaian tersebut. Apabila enam penyakit ini terjadi di masyarakat maka dapat meruntuhkan sendi-sendi ukhuwah islamiyyah, prinsip-prinsip keadilan dan demokrasi.. Enam penyakit yang sering terjadi di masyarakat itu adalah :
1. as-Sukhriyyah ( suka menggolok-olok)
Masyarakat unggul yang hendak ditegakkan Islam dengan petunjuk Alquran ialah masyarakat yang memiliki etika luhur. Pada masyarakat itu setiap individu memiliki kehormatan yang tidak boleh disentuh karena ia merupakan kehormatan kolektif. Mengolok-olok individu manapun berarti menolok-olok pribadi umat. Sebab seluruh jamaah itu satu yang berarti satu kehormatan. Melalui ayat ini Allah memberitahukan etika itu tersebut melalui panggilan sayang ” Hai orang-orang yang beriman”. Allah melarang satu kaum mengolok-olok kaum yang lain, sebab boleh jadi laki-laki yang diolok-olok itu lebih baik atau wanita yang diolok-olok itu lebih baik dari wanita yang mengolok-oloknya dalam pertimbangan Allah. Ungkapan ayat ini secara halus mengisyaratkan bahwa nilai-nilai lahiriah yang dilihat laki-laki dan wanita pada dirinya bukanlah nilai hakiki yang dijadikan pertimbangan oleh manusia. Di sana terdapat sejumlah nilai lain yang tidak mereka ketahui dan hanya diketahui Allah serta dijadikan pertimbangan oleh seorang hamba. Terkadang orang kaya menghina orang miskin, orang kuat menghina orang lemah, orang yang sempurna menghina orang cacat, orang pintar menghina orang bodoh, orang yang bisa menghasilkan keturunan menghina orang yang mandul, dan sebagainya. Hal-hal ini merupakan urusan yang berhubungan dengan nilai duniawi yang tidak dapat dijadikan ukuran. Timbangan Allah dapat naik dan turun bukan oleh timbangan duniawi itu.
al-Lumzu ( mencela)
Al-lumzu mengandung makna mencela aib. Alquran menceritakan bahwa orang-orang yang beriman itu seperti satu tubuh, yang berarti barang siapa mencela orang lain maka sesungguhnya ia mencela dirinya sendiri yang dalam ayat ini disebutkan ” anfusakum” yang mengandung makna diri sendiri. Sama halnya dalam ayat tentang larangan membunuh : ” janganlah kamu membunuh diri kamu sendiri” (QS. An-Nisa’(9) : 24 ) yang berati dilarang membunuh satu sama lain. Dalam hadis juga disebutkan bahwa ”Orang mukmin itu seperti seorang manusia yang apabila kepalanya merasa sakit maka seluruh fisiknya juga akan merasakan sakit, dan apabila matanya sakit maka sakitlah seluruh anggota badannya juga ” (HR. Ahmad).
Menurut Dr Wahbah az-Zuhali al-lumzu ini dapat dilakukan dalam bentuk mencemarkan nama baik ataupun membuka aib orang lain melalui bentuk perkataan , perbuatan maupun sekedar dalam bentuk simbol-simbol semata (bisa dalam bentuk gambar-gambar: karikatur, dll). Sifat mencela ini juga dapat merusak sendi-sendi persaudaraan karena terjadi sejalan dengan sifat tercela lainnya yaitu fitnah.

Tanabazul alqab (memberi gelar yang buruk)

Termasuk ke dalam unsur mengolok-olok dan mencela adalah memanggil dengan panggilan yang tidak disukai pemilikinya sehingga ia merasa terhina dan ternoda dengan panggilan itu. Seperti memanggil dengan nama binatang, atau kekurangan yang ada pada fisik seseorang dll. Di antara hak seorang mukmin yang wajib diberikan mukmin lainnya adalah dia tidak memanggilnya dengan sebutan yang tidak disukainya. Di antara kesantunan seorang mukmin ialah tidak menyakiti saudaranya dengan hal semacam itu. Setelah ayat di atas mengisyaratkan nilai-nilai hakiki menurut pertimbangan Allah dan setelah menyentuh rasa persaudaraan bahkan perasaan bersatu dengan diri yang satu konsep selanjutnya adalah menjaga seorang mukmin agar tidak kehilangan sifat yang mulia. Ayat selanjutnya menjelaskan bahwa seburuk-buruk panggilan adalah panggilan sesudah beriman. Sebagaimana panggilan/gelar-gelar yang buruk dilakukan orang-orang kafir pada masa jahiliyyah ketika melihat banyak orang yang memeluk agama Islam.
Su’uzhann (buruk sangka/ negative thinking)

Berburuk sangka (su’u zhann/ negative thinking) dilarang karena banyaknya buruk sangka dapat menyebabkan dosa sebab manusia tidak akan tahu sangkaannya yang mana yang baik atau malah menimbulkan dosa. Dr Wahbah az-zuhaili menjelaskan bahwa yang tergolong dalam prasangka ini adalah menyangka ahlulkhair (orang yang nyata-nyata berbuat kebaikan, kedamaian dan amanah) disangkakan adalah orang yang tidak baik/pura-pura. Rasulullah Saw mencela perbuatan orang-orang yang berprasangka, : ” Allah melarang orang-orang mukmin berprasangka kecuali dengan prasangka yang baik-baik.(HR. Ibn ’Abbas ra). Hadis lainnya yang diriwayatkan oleh Thabrani menyatakan bahwa Rasulullah Saw bersabda : ” jika kamu berprasangka, ia tidak akan terwujud”. Hadis ini membebaskan manusia agar senantiasa terpelihara hak-haknya, kebebasannya dan segala ekspresinya sebelum nyata benar perbuatan yang dilakukannya tersebut berisiko hukum. Sangkaan yang terjadi di masyarakat misalnya belum cukup dijadikan landasan penetapan sanksi.
Tinjauan aspek psikologis buruk sangka juga dapat menyebabkan penurunan daya tahan tubuh sebagaimana penelitian yang dilakukan dalam studi yang dipublikasikan di psychology and aging, sebuah jurnal dari American psychologycal Association (APA) menunjukkan berpikir positif ikut berperan penting dalam proses memperlambat penuaan. Termasuk faktor keturunan dan kesehatan. artinya berpikir yang baik (husnuzhann) berhubungan erat dengan emosi positif dan kekuatan fisik. Tidak saja dapat membuat lebih tenang tetapi juga efektif memperlambat penuaan.
Studi yang dilakukan ini melibatkan 1558 orang tua keturunan Amerika- Meksiko yang tinggal di bagian barat daya Amerika. Sebelum diadakan penelitian para partisipan(orang yang diteliti) tidak mengalami kerapuhan fisik, kemudian dilakukan penelitian dengan melihat hubungan tingkat pikiran positif dengan kerapuhan fisik. Hasilnya menunjukkan bahwa pikiran yang kurang positif mengalami peningkatan angka kerapuhan fisik hingga 8 persen. Sedangkan pikiran positif tinggi secara signifikan kemungkinan kecil mengalami kerapuhan fisik karena pikiran positif langsung mempengaruhi kesehatan melalui respon kimia dan saraf. Alquran membersihkan hati manusia untuk tetap bersih dan terbebas dari kegelisahan dan kegundahan karena kehidupan akan nyaman dalam masyarakat yang bebas dari prasangka negatif
Tajassus (mencari-cari kesalahan)

Tajassus mengandung arti mencari-cari ’aib orang lain yang merupakan auratnya dan mengekspos aurat yang disembunyikan tersebut kepada khalayak yang sumbernya diperoleh dari data yang didengar dari orang-orang yang benci kepadanya atau langsung mencari tahu ke tempat tinggalnya. Tajassus kadang-kadang merupakan kegiatan yang mengiringi dugaan dan kadang-kadang sebagai kegiatan awal untuk menyingkap aurat dan mengetahui keburukan seseorang. Alquran memberantas praktik yang hina ini dari segi akhlak guna membersikan hati dari kecenderngan yang buruk dengan mengungkapkan aib dan keburukan orang lain. Manusia memiliki kebebasan kehormatan dan kehormatan yang tidak boleh dilanggar dengan cara apapun dan tidak boleh disentuh dalam kondisi apapun. Rasulullah Saw bersabda : ”jika kamu menyelidiki aib manusia berarti kamu mencelakakan mereka atau hampir mencelakakan mereka.” (HR Abu Darda’).
Ghibah (menceritakan aib/ bergosip)

Ghibah yaitu menceritakan keburukan orang lain yang tidak disukainya. Ketika ditanya sahabat kepada Rasulullah Saw tentang ghibah, beliau menjawab : ” menceritakan tentang saudaramu yang tidak kamu sukai, lalu sahabat bertanya bagaimana jika itu benar ada padanya? Rasulullah saw menjawab: ” Jika kamu katakan itu ada pada dirinya maka kamu telh berghibah. Tetapi jika tidak ada padanya berarti kamu telah berdusta tentang dia” (HR. Tirmidzi). Allah mengumpamakan orang yang suka berghibah adalah orang yang suka makan bangkai saudaranya sendiri. Simbolisasi ini mengindikasikan bahwa perbuatan ghibah itu adalah perbuatan haram dan menjijikkan. Ghibah juga dapat merusak tatanan kemuliaan dan kehormatan bagi orang yang melakukannya karena ucapan yang keluar dari lidahnya itu akan kembali juga pada dirinya sendiri.

Keenam penyakit masyarakat ini disampaikan empat belas abad yang lalu yang berarti Alquran memprediksi bahwa penyakit-penyakit ini akan terus mewabah dalam kehidupan manusia kecuali manusia bisa menghindari dan mengobati hatinya agar tidak terjangkit. Apabila masyarakat yang bebas dari penyakit-penyakit ini maka demokrasi yang di agung-agungkan setiap negara pasti terwujud dengan damai dan penuh rahmat sebagaimana yang pernah terjadi empat belas abad silam. Semoga masyarakat kita cepat menyadarinya. Wallahu ‘alam bisshawwab

0 Responses to “pathologi society”

Posting Komentar