Kamis, 05 Agustus 2010

BERBEKAL TAQWA

TAQWA TUJUAN DARI RAMADHAN

Pada tujuannya puasa Ramadhan yang dilaksanakan menjanjikan sebuah harapan. Harapan itu tergambar dalam surah al-Baqarah [2]: 183, di mana didalamnya dicantumkan kalimat “la’allakum tattaquun“. Menurut bahasa Arab kata “la ‘alla” bermakna “tawaqqa ‘uu” atau “rajaa“” yakni pengharapan. Oleh sebab itu. kalimat “la’allakum tattaquuna” diterjemahkan “agar supaya kamu bertakwa” atau “semoga kamu bertakwa“. Maksudnya, berpuasa menjanjikan harapan agar pelakunya lebih bertakwa kepada Allah SWT. Dalam setiap harapan mestilah ada semacam proses atau fase-fase yang harus dilalui untuk tercapainya harapan itu. Proses ini bisa berjalan secara alamiah, sederhana atau bahkan membutuhkan waktu yang lama. Misalnya jika kita menginginkan sebatang besi menjadi sebuah pedang atau sebilah pisau, maka tentu kita harus memprosesnya terlebih dahulu dengan membakarnya, memukulnya, kemudian disirami air. Semakin baik kita memprosesnya dan telaten membentuknya, maka akan semakin baik pula hasilnya. Demikian pula dengan ibadah puasa.
Orang berpuasa pada hakikatnya ia tengah memproses dirinya agar supaya sumber daya manusianya semakin meningkat, bermutu dan berkualitas. Puasa adalah latihan. Latihan lapar agar tahan menghadapi musibah kelaparan atau paling tidak dapat merasakan dan mengerti penderitaan orang-orang yang kelaparan. Latihan sabar agar tabah menghadapi ujian dan cobaan. Latihan menahan dan mengendalikan hawa nafsu agar tidak terjerumus ke jalan yang sesat. Sehingga selesai berpuasa diharapkan dapat beribadah dan bersikap lebih baik serta bekerja lebih giat sebagaimana layaknya orang bertakwa. Takwa secara bahasa artinya adalah al-shiyanah yaitu memelihara, al-hadzru yaitu hati-hati dan al-wiqayah waspada dan menjaga. Sedangkan secara istilah takwa berarti menjaga diri dari murka dan azab Allah dengan tunduk kepada-Nya, melaksanakan perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-Nya. Dalam kitab Fathul Qadir karya al-Syaukani dikisahkan, Khalifah Umar bin Khattab pernah ditanya tentang takwa, beliau menjawab, “Apakah engkau pernah melalui jalan yang banyak bertaburan duri?”. “Ya pernah” jawab si penanya. “Maka apa yang kamu lakukan?”, Umar kembali bertanya. Penanya menjawab, “Saya akan berjalan dengan berhati-hati”. Lantas Umar berkata, “Seperti itulah takwa”.
Jadi, esensi takwa adalah menghadirkan keagungan Allah SWT’di dalam hati dan merasakan kebesaran serta keMahaan-Nya, kemudian merasa takut terhadap keagungan-Nya dalam artian ingin senantiasa mendekat kepada-Nya dan takut terhadap murka-Nya dalam kaitian berusaha sedaya upaya menjauhi segala larangan-Nya. Sayyid Sabiq dalam kitabnya “Islamuna” menerangkan bahwa takwa bermuatan keyakinan (akidah), pengabdian (ibadah), akhlak atau adab dan berbagai kebajikan (al-birr). Lebih lanjut dia mengatakan bahwa orang yang berhak menyandang sebutan “muttaqin” hanyalah orang yang mampu menahan dan mengendalikan hawa nafsu dan menjauhi semua hal-hal yang syubhat serta berani berjihad di jalan Allah. Dengan demikian, takwa bukan sekedar menjauhi dosa-dosa besar saja, tapi mencakup semua penyelewengan dan penyimpangan meski itu hanya kecil. “Jangan lihat kepada kecilnya dosa yang kamu lakukan, tetapi lihat kepada siapa kamu berbuat dosa“. Jika demikian, muttaqin ialah orang yang paling berprestasi dalam melaksanakan Islam.
Bekal Terbaik
Dalam QS. Al-Baqarah [2]: 197 Allah SWT berfirman yang artinya,”Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal“. Arti ayat di atas mengisyaratkan kepada kita bahwa takwa adalah sebaik-baik bekal. Karena hanya dengan bekal takwa seseorang bisa sampai ke akhir perjalanan hidupnya dalam keadaan bahagia, ketika bekalnya dibuka dan dipertanyakan di akhir perjalanan, ternyata bekal takwalah yang akan menyelamatkannya. Diantara ciri orang bertakwa menurut beberapa ayat al-Quran :
Iman yang kuat sehingga menumbuhkan amal kebajikan yang banyak, amanah dan tepat janji serta memiliki kesabaran. Allah SWT berfirman yang artinya, “…akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabidan memberikan hartayang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yangmemerlukanpertolongan) dan orang-orangyang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah omng-orangyang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa“. (QS. Al-Baqarah[2]:177)
Adil dalam menyikapi dan memutuskan sesuatu: FirmanAllah SWT yangartinya, “…Berlaku adilah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa..“. (QS. Al-Maidah[5]:8).
Sifat pemaaf sebagaimana dinyatakan Allah SWT, “…dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa…“. (QS. Al-Baqarah[2]:237).
Wallahu’alam bisshawwab

kesehatan

Petunjuk Rasululullah Saw Tentang Pola Makan Sehat
كلوا واشربوا هنيئا مريئا
Rasulullah Saw : “ Barangsiapa menghidupkan sunnahku, sesungguhnya dia mencintaiku, barangsiapa mencintai sesungguhnya dia bersamaku di dalam surga
(HR. Abu Dawud)

Kalau ada manusia di dunia ini yang mengalami sakit hanya satu kali dalam sejarah hidupnya, dialah Nabi Muhammad Saw. Banyak tokoh dunia yang kagum terhadap tingkat kesehatan beliau. Napoleon Bonaparte yang terkenal dengan julukan singa daratan Eropa kagum terhadap kemampuan Rasulullah Saw dalam menjaga kesehatannya. Rasulullah Saw benar-benar memperhatikan kesehatan jasmani dan rohaninya dimulai dari hal-hal yang kecil seperti cara makan dan minum, cara mengunyah makanan, bersiwak, memotong kuku sampai pada cara menyisir rambut. Rasulullah Saw memandang bahwa setiap kegiatan yang dilakukannya adalah ibadah. Disadari ataupun tidak, pola dan cara makan sangat mempengaruhi tingkat kesehatan seseorang. Apabila kita menerapkan petunjuk Rasulullah Saw maka kita akan sehat dan mendapatkan pahala karena melaksanakan sunnah beliau. Petunjuk Rasulullah Saw tentang makan sehat adalah:
1. Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan
Sejak kecil, kita sudah diajarkan oleh orang tua agar selalu mencuci tangan sebelum makan. Waktu kecil, kita tidak tahu bahwa kebiasaan mencuci tangan sebelum makan adalah suatu perbuatan yang telah dicontohkan dan dianjurkan Rasulullah Saw, sebagaimana sabdanya : “ Barangsiapa menginginkan agar Allah memperbanyak kebaikan rumahnya, maka hendaklah ia berwudhu ketika santapannya datang dan diangkat.” (HR. Ibnu Majah). Dengan berwudhu, maka kotoran yang menempel pada kulit seperti keringat, debu, kuman, zat kimia berbahaya dan kotoran lainnya akan bersih sekaligus memberikan kesegaran pada tubuh, sehingga makanan yang kita konsumsi akan terasa lebih nikmat. Begitu juga setelah selesai makan, kita dianjurkan untuk berwudhu. Ilmu kedokteran modren mengungkapkan bahwa penyakit luka bernanah yang disertai bengkak di sekitar sela-sela jari disebabkan oleh kotoran yang masih melekat pada sela-sela jari tersebut. Begitu perhatiannya Rasulullah Saw terhadap kebersihan tangan, beliau menganjurkan agar saat bangun tidur pun harus mencuci tangan terlebih dahulu untuk menghindari pencemaran terhadap makanan dan minuman. Sabda beliau : “ Apabila salah seorang dari kalian bangun dari tidurnya, maka janganlah ia mencelupkan tangannya ke dalam bejana sampai ia membasuhnya tiga kali. Karena sesungguhnya ia tidak tahu di mana tangannya bermalam (HR. Muslim).
2. Makan sesuai dengan kecukupan gizi
Pola makan yang memenuhi kecukupan gizi lebih mencerminkan jati diri orang mukmin, sedangkan pola makan yang melebihi kecukupan gizi mencerminkan pola makan orang kafir. Rasulullah Saw bersabda : “ Orang mukmin itu makan di satu usus, sedangkan orang kafir makan di tujuh usus.” (HR. Muttafaqun’Alaih). Pola makan yang berlebihan tersebut selain menyerupai pola makan orang kafir, juga dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Seperti mengakibatkan obesitas (kegemukan), peningkatan kadar gula darah (pencetus diabetes melitus), peningkatan kadar kolesterol darah (pencetus penyakit darah tinggi, jantung, stroke), gangguan pencernaan dan lain-lain. Jika seluruh umat Islam di Indonesia menerapkan pola makan yang dianjurkan Allah dan RasulNya mungkin kita tidak akan temukan adanya kasus busung lapar (gizi buruk) dan pemerintah juga tidak perlu mengimpor beras sampai ratusan ton, sehingga dapat menghemat pengeluaran negara. Karena mereka sadar, daripada menumpuk makanan lebih baik diberikan pada saudaranya, tetangganya atau orang yang masih kekurangan makanan. Selain itu dapat memupuk rasa empati dan solidaritas terhadap sesama.
Dalam mengunyah makanan, Rasulullah Saw betul-betul mengunyah sampai halus. Dalam ilmu gizi, kita dianjurkan untuk mengunyah makanan 30 sampai 40 kali kunyahan. Keuntungan yang akan diperoleh dengan mengunyah makanan sampai halus akan meringankan proses pencernaan, sehingga makanan tersebut akan lebih mudah diserap oleh dinding usus dan akan lebih cepat menghasilkan energi.
3. Membiasakan makan dan minum sambil duduk
Mungkin kita pernah menghadiri suatu acara syukuran ulang tahun atau pernikahan, saat masuk gedung tampak aneka macam hidangan makanan dan minuman yang lezat. Namun sayang, ketika MC (master of ceremony) mempersilahkan kita untuk menikmati hidangan tersebut, namun terkadang tidak disediakan kursi yang disediakan untuk duduk. Dari Anas ra, “ Bahwa Rasulullah saw melarang sesorang minum sambil berdiri.” (HR. Muslim)
4. Larangan makan sambil bersandar
Ketika makan, Rasulullah saw tidak pernah menyandarkan punggungnya pada kursi, sehingga posisi tubuh cenderung condong ke belakang ataupun dalam posisi menyungkur sehingga posisi badan condong ke depan. Pada saat makan posisi tubuh beliau benar-benar tegak lurus. Rasulullah Saw bersabda : “ Aku tidak makan sambil bersandar” (HR. Bukhari dan Muslim). Makan dengan posisi badan tegak lurus adalah cara makan yang paling alamiah. Dengan posisi tersebut, maka makanan akan lebih mudah masuk ke salauran pencernaan, sehingga memperkecil resiko terjadinya sembelit.
5. Makan dengan menggunakan tangan kanan
Rasulullah Saw bersabda kepada Umar bin Salamah, “ Wahai anakku, sebutlah nama Allah dan makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah apa yang di depanmu.” (HR. Muttafaqun ‘alaih). Mengapa Rasulullah saw menganjurkan kita umatnya agar makan dengan menggunakan tangan kanan? Tujuannya untuk menghindari kemiripan dengan cara makan setan, karena setan biasa makan dengan menggunakan tangan kiri.
6. Rasulullah Saw makan dengan menggunakan tiga jari.
Dari Ka’ab bin Malik, “ bahwasannya Rasulullah Saw makan dengan tiga jari dan beliau menjilatinya sebelumnya mengelapnya “ (HR. Muslim). Ada hikmah yang tersembunyi di balik cara makan dengan menggunakan tiga jari. Dengan menggunakan tiga jari, maka makanan yang terambil dan masuk ke mulut pun akan lebih sedikit. Dengan demikian akan mempermudah mulut dan gigi mengunyah makan. Makanan yang dikunyah pun hasilnya akan lebih halus dan meringankan fungsi alat pencernaan, sekaligus mempercepat proses penyerapan zat gizi dalam usus.
7. Mengkonsumsi buah sebelum makan-makanan padat
Dari Salman bun Amir, Rasulullah Saw bersabda, “ Jika seseorang berbuka, hendaklah dia berbuka dengan kurma. Sekiranya tidak ada kurma, maka hendaklah ia berbuka dengan air. Sesungguhnya air itu bersih lagi suci.” (HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi). Mengapa Rasulullah Saw menganjurkan kepada umatnya agar berbuka dengan buah kurma dan tidak menganjurkan berbuka dengan makanan padat, seperti roti? Padahal roti adalah salah satu makanan kesukaan beliau. Jika ditinjau dari segi ilmu gizi, hadis di atas menjelaskan bahwa buah-buahan sangat baik dikonsumsi ketika perut dalam keadaan kosong atau sebelum makan. Banyak orang yang tidak percaya bahkan takut kalau makan buah pada pagi hari, apalagi dalam keadaan perut kosong. Memang untuk penderita maag, sebaiknya buah dikonsumsi satu jam setelah makan. Buah mengandung antioksidan yang diperlukan tubuh untuk membersihkan racun yang masuk ke dalam tubuh. Buah adalah makanan yang mampu menghasilkan energi lebih cepat, karena jenis gula sederhananya bisa langsung diserap tubuh. Serat yang ada pada buah akan mempercepat proses pembuangan sisa-sisa makanan dari usus besar. Berdasarkan survey dari WHO penduduk Indonesia hampir 80% kurang makan sayur dan buah.
8. Rasulullah Saw melarang mencela dan memaki makanan.
Rasulullah Saw tidak pernah mencela makanan, “ Rasulullah Saw sama sekali tidak pernah mencela makanan. Apabila suka ia makanan dan jika tidak suka maka ia tinggalkan “ (HR. Muttafaqun ‘alaih). Prof. Dr. Masaru Emoto pakar kedokteran alternatif dari Universitas Yokohama, Jepang telah melakukan percobaan tentang pengaruh ucapan, seperti pujian atau makian terhadap penampakan nasi. Pada percobaan tersebut, dia menyiapkan dua buah stoples yang sudah steril. Pada kedua stoples tersebut dimasukkan nasi lalu ditutup. Pada stoples pertama diucapkan kata pujian, seperti kata terima kasih, sedangkan pada stoples kedua diucapkan kata-kata tersebut pada kedua nasi yang ada di dalam stoples tersebut. Maka nasi yang mendapat pujian terima kasih warnanya berubah menjadi kuning dan terjadi fermentasi dengan aroma yang khas. Sedangkan nasi yang mendapat kata makian maka warnanya berubah menjadi hitam dan basi.
Hikmah yang dapat diambil dari percobaan tersebut adalah kita harus mensyukuri setiap makanan yang telah Allah berikan kepada kita sebagai rezekinya. Makanan akan menjadi berkah dan memberikan kesehatan. Namun apabila makanan tersebut dicela maka makanan tersebut tidak akan menjadi berkah bagi tubuh kita. Terkadang apabila kita disuguhkan makanan kita selalu mengucapkan kata-kata yang mengandung keluhan seperti saya tidak boleh makan ini karena asam urat, kolesterol dan semua penyakit kita sebutkan di hadapan makanan tersebut. Padahal kalau kita makanan dengan niat untuk menjadi obat makanan yang kita pantangkan tersebut tidak membahayakan asalkan makanan tersebut dimakan sesuai takarannya dan tidak berlebih-lebihan. Bukankah sebelum makanan kita selalu berdoa agar diberi keberkahan pada makanan kita. Itu berarti makanan apapun yang dipantangkan apabila dimakan dan diawali doa akan memberi kebaikan dan mungkin saja menjadi obat dari seluruh penyakit yang kita rasakan.