Selasa, 13 Januari 2009

Corak Islam dalam Tradisi Islam Spanyol

Corak Islam dalam Arsitektur Spanyol dan Amerika Latin

Ketika terjadi krisis minyak di Amerika , perusahaan –perusahaan mobil di sana tergugah untuk menciptakan mobil –mobil yang irit bensin tapi dengan mutu dan kemewahan yang tetap ajeg dan terjaga. Ford menawarkan Sevilla, Chrysler meyodorkan Cordoba. Gerangan apa yang meyebabkan perusahaan-perusahaan Amerika itu memilih tiga kota di Spanyol Selatan untuk menamakan dan menciptakan kesan mewah pada mobil yang mereka buat itu? Granada, Seville dan Cordoba adalah tiga kota di Andalusia (Spanyol sekarang) yang telah lama masyhur karena kemahirannya dalam bidang kerajinan serta kehidupannya yang menawan sehingga belahan sebelah utara benua Afrika yang terletak di seberang selat Gibraltar (Jabal Thariq= جبل طارق) sebuah tempat yang mengabadikan nama seorang faatih al-Andalus (penaluk Andalusia) yaitu Thariq ibn Ziyad tetap disebut orang sebagai “ Surga Yang Hilang” (al-Firdaus al-Mafqud = الفردوس المفقود)
Selama sembilan abad yaitu sejak rahun 711 sampai 1610- bangsa Arab dan kaum Muslim tinggal di semenanjung Iberia, semenanjung yang merupakan negeri-negeri midren di Spanyol dan Portugis yang mereka sebut dengan al-Andalus. Dalam bahasa Inggris kita mengenalnya dengan sebutan Andalusia, meskipun sekarang sebutan itu hanya digunakan untuk menyebutkan Spanyol bagian selatan saja.
Selama periode kebesaran bangsa Arab berlangsung, Spanyol merupakan sebagian dari dunia Islam yang begitu luas, membentang dari Atlantik hingga tapal batas Cina dan menyuruk ke Asia. Pada abad-abad tersebut, kebudayaan Spanyol terekam dalam kebudayaan Arab. Kota Cordoba yang merupakan ibukota Spanyol selama tiga abad merupakan kota paling gemerlap di Eropa berkat dukungan para penulis, sarjana, negarawan dan senman yang kenamaan. Bahkan kota-kota lainnya pun di Spanyol, secara bersama-sama turut diharumkan oleh kemakmuran dan kebudayaan Cordoba ini. Semenanjung Iberia merupakan dunia yang giat menghasilkan tiga jenis komoditi yang amat bermanfaat, yaitu sutera, kertas, dan bubuk mesiu. Ketiga jenis komoditi tersebut diangkut serta dijual sampai ke negeri Cina; akan tetapi produk tersebut hingga bertahun-tahun berlalu malah tak sampai ke Perancis yang jaraknya Cuma beberapa mil ke arah timur laut.
Penyebaran angka Arab secara merata, baik di dunia Islam maupun di Eropa Tengah, telah mengakibatkan terjadinya revolusi dalam bidang matematika, pada awal abad ke-11. Penggunaan tabel-tabel geografi dan astronomi yang dibuat berdasarkan hasil kerja ilmuwan Persia, al-Khawarizmi telah memupuk kemajuan-kemajuan di bidang yang sama. Maslamah, seorang sarjana dari Madrid setelah berhasil melengkapi gelar kesarjanaannya di pusat ilmu pengetahuan Timur, pulang ke Spanyol sambil memboyong angka Arab beserta tabel-tabel Khawarizmi tersebut. Suatu hal yang mirip dengan mahasiswa-mahasiswa Timur Tengah sekarang ini ketika menyelesaikan studinya di Eropa ataupun di Amerika.
Dalam bidang seni dan arsitektur, hasil praktis dari adanya gerakan kebudayaan tersebut berupa penyempurnaan corak serta tema-tema artistik yang secara intim menafsirkan cita-cita Islam ke dalam rinci-rinci (details) pembuatan barang kerajinan serta arsitektur. Perpaduan bermacam langgam (style) memegang peranan di seluruh dunia Islam; baik Persia dimana kegemaran akan arsitektur telah menjadi tradisi panjang di jantung tanah Arab sendiri, juga di Mesir, Syria, Asia Tengah, India maupun Turki serta Afrika Utara dan Spanyol. Sebagai contoh adalah rumah-rumah Yamani yang dinding-dinding batanya berenda-renda serta permukaannya dipernis dengan amat indahnya, merupakan suatu smber pola dekorasi yang mengilhami pengerjaan dinding bata Mudejarõ di Spanyol dan Maroko. Dunia pemikiran pada masa itu diubungkan dengan bahasa Arab, bahasa yang merupakan lambang kehidupan pan Arab serta rasa persatuan Islam.
Suasana Andalusia yang tumbuh dalam pelbagai pengaruh yang tersebar luas itu amatlah menarik dan istimewa. Sebab bermacam langgam kebangsaan yang amat beragam itu, telah dipadukannya hingga menajdi satu kesatuan yang utuh- yakni kebudayaan Islam, seperti yang diekspresikan di Spanyol. Dan kekayaan itulah yang kemudian diterapkan ke dalam seni arsitekturnya secara amat luar biasa. Suatu seni arsitektur yang merupakan perpaduan antara gaya Mediterania dan Timur Tengah, baik dlam dekorasi, maupun corak kehidupannya yang memanding bahwa hidup di udara terbuka merupakan suatu hal yang menyenangkan, baik di rumah pribadi maupun di gedung-gedung umum, terutama selama hari-hari musim panas yang teramat terik.
Dalam pembahasan ini , perhatian difokuskan kepada jiwa serta teori dasar keruangan Islam (Islamic space). Pertama-tama titik berat perhatian itu kita tujukan pada penggunaan bentuk dan strukturnya, kemudian kepada lambang-lambang serta geometrinya, terutama yang berhubungan dengan pemuliaan asma Allah. Hal-hal tersebut sudah tentu akan melibatkan pula pola kehidupan serta tingkah laku sosial, disamping aspek ekonomi, teknologi dan iklim. Kita perlu mengupas hubungan-hubungan tersebut agar kita bisa mendapatkan prinsip-prinsip utama dalam penggunaan keruangan Islam, kemudian mempelajarinya guna menambah kekayaan khasnah dunia arsitektur dan perencanaan kota secara umum. Untuk Islam, penelitian di awali dari Ka’bah, yaitu sebuah lapangan yang teramat luas yang merupakan Kiblat (arah menghadap) ketika melakukan sholat bagi kaum Muslim, yang didirikan di “ Bakkah” oleh Nabi Ibrahim as dan putera sulungnya Isma’il as (QS: Al-‘Imran(3):96). Sedangkan dari segi arsitektur, kita harus pula mempertimbangkan lapangan maha luas lainnya yang membentang di bawah kubah Hijau di Madinah dan telah menjadi salah satu kemegahan pada abad ini.
Ketika Nabi Muhammad Saw pertama kali datang ke Yasrib (Madinah) yang pada masa pra Islam disebut sebagai kota pencerahan, ota itu mempunyai lapangan seperti dikenal di banyak kota di Inggris dengan sebutan vacant loy dan di Amerika Latin orang menamakannya potrero atau predio. Selama satu dasawarsa dari tahun 622 sampai 632, Nabi MUHammad tinggal sana. Selama itu pula lapangan tersebut berangsur-angsur diisi dengan kamar-kamar pribadi di sepanjang dinding luar. Mirip dengan rumah-rumah yang dibangun pemiliknya sendiri pada kapling-kapling di pinggiran kota di Amerika Latin. Sampai sekarang ruangan-ruangan itu masih dapat kita saksikan, katakanlah sebagai kapel yang terletak dipojok-pojok tenggara Masjid Nabi di Madinah.
Sejak itu, banyak mesjid didirikan. Dari sinilah lama kelamaan mereka beranggapan, bahwa mesjid –mesjid tersebut dibuat berdasarkan kebutuhan-kebutuhan khalayak untuk melakukan sholat. Masjid agung Cordoba, yang sampai sekarang oleh orang-orang Cordoba disebut la Mezquita , mempunyai halaman yang dinamakan halaman pohon jeruk (el Patio de los Naranjos). Halaman itu jadi kelihatan sempit karena hadirnya interior luas, berupa belantara tiang-tiang yang tampak bagaikn pepohanan rindang, tempat seseorang bisa berlindung dari sengatan matahari di luar sana. Masjid Agung ‘Uqbah bin Nafi’ di Qayrawa, 80 mil di selatan Tunisia, interiornya juga menyerupai gerombolan pohon Palma, dengan halaman yang luas sekali sehingga cukup tempat sholat sepasukan tentara, atau untuk memperingati Hari Raya ‘Id. Masjid Badsyahi di Lahore, Pakistan mempunyai lekukan malwiyyah khas Mesopotamia, merupakan masjid militer yang terbesar; jika kita tidak mengingat salah satu Masjid peninggalan di Samarra’ yang letaknya di utara sungai Tigris, jauh dari Baghdad. Semua masjid tersebut merupakan masjid jami’ awal kecuali masjid Badsyahi.
Corak rumah serta bangunan umum yang banyak dijumpai di kawasan Mediterania, selalu mempnyai ruang terbuka (tak beratap) yang terletak di tengah bangunan, yang dalam sruktur arsitektur Romawi disebut Atrium. Pada waktu musim panas yang terik sekali, bentuk-bentuk semacam itu terasa nyaman untuk dihuni. Sebuah atrium model Romawi yang dipajang di Museum Metropolitan New York membuat kita merasakan bentuk hubungan-hubungan manusiawi pada dua puluh enam abad yang silam, seperti telah dituliskan Plato dalam bukunya Dialoques juga kehidupan-kehidupan kota-kota Arab dan Persia dulu kala, seperti yang dipaparkan dalam buku ‘seribu satu malam’. Ruang terbuka yang bisa juga disebut patio, memberikan suatu titik pusat bagi kegiatan keluarga (pada rumah pribadi) atau kegiatan masyarakat (pada bangunan umum). Alun gemerrcik pancuran-pancura yang terdapat di sana, menciptakan serambi yang sejuk serta ruangan juga. Sebuah ramalan yang tepat tentang bakal unculnya air conditioned modern, jauh sebelum motor dan bahan bakar menggerakkan proses tersebut. Sebagai gantinya, para insinyur Arab dan Mediterania telah menggunakan pengetahuan tentang gerkan udara dan air, guna menjaga aliran sedemikian rupa agar gerakannya konstan. Yaitu dengan memanfaatkan kekuatan gaya tarik bumi gravitasi untuk membawa air turun dari ketinggian seperti yang dilakukan di Iran dan Granada, serta menggabungkannya dengan efek pendinginan, di mana ruangan-ruangan di sebelah dalam akan menggenggam kantong-kantong udara yang bersirkulasi ke luar untuk bertemu dengan atmosfer. Beberapa jenis pakaian yang bisa memperlihatkan kegunaan dari kantong-kantong udara sebagai isolator, diantaranya yaitu parka Eskimo yang bisa membuat hangat, serta tswab atau disydasya yang dapat menyejukkan tubuh.
Setiap kisi mempunyai fungsi yang sama, yaitu untuk mengalirkan udara. Di Spanyol orang menyebutnya celosias atau calados sementara orang-orang Arab memberinya nama syabbak , yaitu jendela yang dilengkapi dengan kisi-kisi dan fungsinya untuk mengalirkan udara ke dalam ruangan daripada guna menahan cahaya daerah tropis yang menyilaukan. Di Lima (Peru), di Kairo Lama, serta di Jeddah dan Basrah, kita dapat menyaksikan cara mereka menonjolkan balkon-balkon berpagar terbuat dari kayu. Lewat kisi-kisi itu dengan aman kita dapat memandang dari dalam apa-apa yang sedang terjadi di jalanan di luar sana; suatu hal yang nyata menunjukkan kualitas sebuah keluarga Islam. Kisi-kisi yang biasanya terbuat dari kayu, batu-bata, logam atau ubin itu juga merupakan wahana untuk mengekspresikan sistem Islam dalam menyusun pola: berulang-ulang tanpa kesudahan. Kisi-kisi yang dibuat dari besi tempa, disamping berguna untuk menutupi ruang-ruang pribadi, baik di suatu rumah tinggal maupun kantor , juga berfungsi agar hembusan udara sejuk bisa masuk bebas ke dalam gedung-gedung akan tetapi ia juga tetap menjaga kita dari pencuri-pencuri serta gangguan dari luar yang tidak diinginkan. Kisi-kisi yang amat indah biasanya muncul di kota-kota panas, seperti Havana, New Orleans dan Cartagena yang terletak di Columbia (Amerika). Tembaga dan kuningan seringkali digunakan untuk membuat perabotan dan guci-guci, sebab logam ini gampang ditempa. Sementara alumunium digunakan karena mungkin merupakan media baru, disamping karena lebih ringan, mudah digarap serta tidak berkarat; sehingga pemeliharaannya agar terlindung dari unsur-unsur lain, tidaklah sesulit pemeliharaan besi maupun tembaga.
Alhamra(الحمراء ) (ad-dar atau al-Buruj al-hamba), yang artinya: kastil merah atau menara merah turut melengkapi barisan contoh yang amat bagus tenang air conditioned awal. Ia memanfaatkan air serta angin yang bertiup sepoi-sepoi basa dari puncak-puncak bukit Sierra Nevada yang selalu tertutup salju sehingga pelataran-pelataran Alhamra menjadi sejuk karenanya. Seperti Taj Mahal di Agra, Granada merupakan puncak monumen Islam di Spanyol. Sekarang keindahan yang amat menawan itu tenggelam dalam negeri-negeri yang kini non Islam. Juga Zahra , Istana ‘ Bunga” di Spanyol, yang letaknya di luar kota Cordoba, sebagaimana Alcazar di Seville, dibangun oleh Muwahhids atau ‘Unitarians’ Maroko di abad ke-12. bangunan ini pernah digunakan dalam pembuatan film “ Lawrence of Arabia” untuk menggambarkan kantor-kantor pemrintahan Kairo dalam kisah tersebut. Banyak bangunan sekolah teologia di Persia dan Irak menggunakan prinsip-prinsip yang sama, dimana kamar-kamar tidur di bagian dalam yang letaknya tersembunyi itu, memberi keleluasaan kepada angin untuk memberikan kesejukannya. Dengan begitu angin, angin sepoi-sepoi itu mengalir pula ke setiap pojok ruang tamu dan kamar belajar . Di kota Samarra –letaknya di Utara Baghdad, di lembah sungai Tigris-terdapat bangunan-bangunan yang sejak berabad-abad lampau mempunyai beberapa kamar tidur berukuran besar.
Corak rumah-rumah di Amerika Latin yang jauh lebih tua umumnya menggunakan central patio, atau bahkan sebuah transpatio, yaitu ruang terbuka di bagian dalam letaknya di belakang ruang makan yang lokasinya merupakan pusat dan dipergunakan untuk para koki serta pegawai yang tugasnya membersihkan rumah. Air mancur yang letaknya di halaman utama bisa terhindar dari tangan-tangan usil karena adanya sebuah jalan masuk yang lebar yang dizebut zaquan (berasal dari bahasa Arab ‘istawan). Tuntutan-tuntutan zaman membuat zaquan-zaquan itu menjadi berubah fungsi sebagai tempat menyimpan mobil keluarga. Kini hampir semua orang di setiap negeri Arab dan Spanyol bercita-cita memiliki mobil.
Gambar-gambar yang menghiasi bangunan-bangunan itu sungguh mengesankan. Ubin-ubin keramik dengan ragam hias geometrik yang rumit, melapisi lantai serta dinding-dinding. Menutupi permukaan dinding luar dan dalam dengan batu bata dan ubiin adalah suatu hal yang wajar, sebab memang telah merupakan kebiasaan di sana. Stucco merupakan bahan yang memberikan andil besar dalam menciptakan langit-langit muqarnas yang dibuat juga di Irak dan Persia yang memberikan efek sejuk, terutama apabila diperkuat dengan cermin-cermin. Para tukang kayu serta pembuat perabot memakai pelbagai kayu keras yang merupakan kekayaan hutan Caribia, tatahan- tatahan gading yang indah serta indung mutiara atau tulang untuk membuat furniture, kopor serta peti-peti. Karpet-karpet ditenun orang dari Maroko sampai Iran; sedang permadani –permadani dengan efek pengulangan pola yang sama dengan yang ada di ubin dan di lantai, kebanyakan berasal dari Turki. Pola-pola geometris yang berulang –ulang merupakan suatu motif tekstil cetak yang disenangi. Para pengrajin Spanyol menggemari dekorasi yang berulang-ulang tanpa kesudahan itu dan mengerjakan pelbagai struktur dengan penuh ketelitian hingga seolah-olah tak ada kekeliruan sedikitpun. Begitu sempurna, bagaikan kejadian ajaib dalam sebuah dongeng. Berdasar atas hal-hal tersebut itulah, Afrka Utara masih mengingatkan kita akan Andalusia sebuah negeri impian al-Firdaus al-Mafqud (الفردوس المفقود).
Pada dasarnya kerajinan kulita dan pekerjaan kayu mempunyai desain yang sama pada pelbagai permukaan. Dalam seni kitab yang Islam, ragam hias itu dikembangkan untuk menghias kulit-kulit buku seperti kerajinan kulit dari Mesir, Maroko, dan Meksiko. Buku-buku Spanyol yang ditulis dalam aljamiado atau al-‘Ajamiyyah yang di Spanyol berarti Castilian atau Arogenese, yaitu Persia yang tak dikenal Barat, karena ditulis dalam karakter Arab oleh para penulis Muslim. Lewat cara ini, mereka berharap bisa memelihara kitab suci dan doa-doa Islamis, agar anak-anak mereka tidak melupakannya.


õ Mudejar : gaya arsitektur dan dekorasi Spanyol yang sangat dipengaruhi oleh cita rasa dan seni pertukangan orang Islam (bangsa Moor), yang berkembang sesudah penaklukkan kembali Spanyol oleh orang0orang Kristen. Dalam pembangunan bangunan-bangunan Romannesque, Gothic dan Renaissance, unsur-unsur seni Islam dipakai kadang-kadang dengan hasil yang sangat menakjubkan. Ciri geometris yang dominan dan khas Timur, muncul jelas dalam karya-karya pertukangan pelengkap- susunan genting, bangunan tembok bata, pahatan kayu dan logam-logam hiasan. Bahkan sesudah orang –orang Islam tidak lagi dipekerjakan, banyak sumbangan mereka tetap menjadi bagian terpadu dari seni bangunan Spanyol. Sebuah contoh khas bangunan Mudejar adalah Casa de Pilatos, yang berasal dari abad ke -16 awal di Sevilla.

Kompetensi Pendidik

KOMPETENSI PENDIDIK DALAM KONTEKS PENDIDIKAN ISLAM
Fatma Yulia
A. Pendidik Dalam Konteks Pendidikan Islam
Dalam konteks pendidikan Islam, pendidik diistilahkan dengan sebutan murobbi, mu’alim, mu’addib yang ketiga term tersebut mempunyai penggunaan tersendiri menurut peristilahan yang dipakai dalam pendidikan dalam konteks Islam. Disamping itu , istilah pendidik kadangkala disebut melalui gelarnya seperti syaikh dan ustaz. Pendidik juga berarti orang dewasa yang bertanggung jawab memberi pertolongan pada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah dan mampu menjadi makhluk sosial dan makhluk individu yang mandiri (Suryosubrata:1983). Menurut Al-Ghazali, tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan, menyucikan serta membawakan hati manusia untuk bertaqarrub kepada Allah SWT, hal tersebut karena pendidikan adalah upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Seorang pendidik dituntut mampu memainkan peranan dan fungsinya dalam menjalankan tugas keguruannya, sehingga dapat menempatkan kepentingan sebagai individu, anggota masyarakat, warga negara dan pendidik sendiri. Antara satu peran dan peran lainnya harus ditempatkan secara proporsional. Kadangkala seorang pendidik menganggap bahwa tugas sesungguhnya adalah memberikan dan memindahkan ilmu pengetahuan (transfer of knowedge) saja, namun selain itu pendidik juga bertanggung jawab atas pengelolaan (manager of learning), pengarah (director of learning), fasilitator dan perencana (the plannerr of future society) (Depag RI:1984).
B. Kompetensi Pendidik dalam Persfektif Islam
Untuk menjadi pendidik yang profesional sesungguhnya bukanlah hal yang mudah karena harus memiliki kompetensi yang handal. Kompetensi dasar (basic competency) bagi pendidik ditentukan oleh tingkat kepekaannya dari bobot potensi dasar dan kecenderungan yang dimilikinya. Hal tersebut karena potensi itu merupakan tempat dan bahan untuk memproses semua pandangan dan juga sebagai bahan untuk menjawab semua rangsangan yang datang darinya. Potensi dasar ini adalah milik individu sebagai hasil dari proses yang tumbuh karena adanya inayah Allah SWT, dan situasi yang mempengaruhinya baik langsung maupun tidak. Berhubungan dengan kompetensi W. Robert Houston mendefenisikan pengertian kompetensi dengan Competence ordinarily is defined as adequacy for a task or possesi on of require knowledge,skill and abilities”. (kompetensi adalah suatu tugas yang memadai atau pemilikan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dituntut oleh jabatan seseorang) (Roestoyah:1982).
Dalam pendidikan Islam seorang pendidik itu haruslah memiliki pengetahuan dan kemampuan lebih dan mampu mengimplisitkan nilai relevan (dalam ilmu pengetahuan itu), yakni sebagai penganut Islam yang patut dicontoh dalam ajaran Islam yang diajarkan dan bersedia mentransfer pengetahuan Islam serta nilai-nilai pendidikan yang diajarkan. Namun demikian untuk menjadi pendidik yang profesional masih diperlukan persyaratan yang lebih dari itu.
Untuk mewujudkan pendidik yang profesional sekaligus yang berkompeten dalam pendidikan Islam, didasari dari tuntunan Nabi SAW karena beliau satu-satunya pendidik yang paling berhasil dalam rentang waktu yang singkat, sehingga diharapkan dapat mendekatkan realitas pendidik dengan yang ideal (Nabi SAW). Keberhasilan Nabi SAW, sebagai pendidik didahului oleh bekal kepribadian (personality) yang berkualitas unggul ini ditandai dengan kepribadian Rasul yang dijuluki al-Amin yakni orang yang sangat jujur dan dapat dipercaya, kepedulian Nabi terhadap masalah-masalah sosial religius, serta semangat dan ketajamannya dalam iqro’ bismirobbik. Kemudian beliau mampu mempertahankan dan mengembangkan kualitas iman dan amal saleh, berjuang dan bekerja sama menegakkan kebenaran. Berikut ini adalah kompetensi pendidik dalam pendidikan Islam:
1.Kompetensi Personal- Religius
Kemampuan dasar (kompetensi) yang pertama bagi pendidik adalah menyangkut kepribadian agamis, artinya pada dirinya melekat nilai-nilai lebih yang akan dinternalisasikan kepada peserta didiknya. Misalnya nilai kejujuran, musyawarah, kebersihan, keindahan, kedisiplinan, ketertiban dan sebagainya. Nilai tersebut perlu dimiliki pendidik sehingga akan terjadi transinternalisasi (pemindahan penghayatan nilai-nilai) antara pendidik dan anak didik baik langsung maupun tidak langsung atau setidak-tidaknya terjadi transaksi (alih tindakan) antara keduanya.
2. Kompetensi Sosial –Religius
Kemampuan dasar kedua bagi pendidik adalah menyangkut kepeduliannya terhadap masalah-masalah sosial selaras dengan ajaran Islam. Sikap gotong –royong, tolong-menolong, egalitarian (persamaan derajat antara sesama manusia), sikap toleransi dan sebagainya juga perlu dimiliki oleh pendidik untuk selanjutnya diciptakan dalam suasana pendidikan Islam dalam rangka transinternalisasi sosial atau transaksi sosial antara pendidik dan anak didik.
3- Kompetensi Profesional-Religius
Kemampuan dasar yang ketiga ini menyangkut kemampuan untuk menjalankan tugasnya secara profesional dalam arti mampu membuat keputusan keahlian atas beragamnya kasus serta mampu mempertanggungjawabkan berdasarkan teori dan wawasan keahliannyaa dalam perspektif Islam.
Kompetensi di atas dapat dijabarkan dalam kompetensi-kompetensi sebagai berikut:
1. Mengetahui hal-hal yang perlu diajarkan, sehingga ia harus belajar dan mencari informasi tentang materi yang diajarkan
2. Menguasai keseluruhan bahan materi yang akan disampaikan pada anak didiknya.
3. Mempunyai kemampuan menganalisis materi yang diajarkan dan menghubungkannya dengan konteks komponen-komponen secara keseluruhan melalui pola yang diberikan Islam tentang bagaimana cara berpikir (way of thinking) dan cara hidup (way of life) yang perlu dikembangkan melalui proses edukasi.
4. Mengamalkan terlebih dahulu informasi yang telah di dapat sebelum disajikan pada anak didiknya.(QS,61:2-3)
5. Mengevaluasi proses dan hasil pendidikan yang sedang dan sudah dilaksanakan.(QS,2:31)
6. Memberi hadiah (tabsyir/reward) dan hukuman (tanzir/punishment) sesuai dengan usaha dan upaya yang dicapai anak didik dalam rangka memberikan persuasi dan motivasi dalam proses belajar(QS, 2:119)
7. Memberikan uswatun hasanah dan meningkatkan kualitas dan keprofesionalannya yang mengacu pada futuristik tanpa melupakan peningkatan kesejahteraannya, misalnya: gaji, pangkat, kesehatan, perumahan sehingga pendidik benar-benar berkemampuan tinggi dalam transfer of heart, transfer of head, dan transfer of hand kepada anak didik dan lingkungannya.

Mengembangkan potensi manusia

PENDIDIKAN SEBAGAI UPAYA PENGEMBANGAN POTENSI MANUSIA
Fatma Yulia

Manusia dan Potensinya
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling potensial. Berbagai kelengkapan yang dimiliki manusia memberikan kemungkinan baginya untuk meningkatkan kualitas sumber daya dirinya. Secara biologis manusia tumbuh dari makhluk yang lemah secara fisik (janin dan bayi), menjadi remaja, dewasa dan kemudian menurun kembali kekuatannya dan setelah itu pertumbuhan manusia berakhir pada kematian. Di luar itu manusia juga memiliki potensi mental yang memberi peluang baginya untuk meningkatkan kualitas sumber daya insaninya (Jalaluddin:2001). Lebih dari itu manusia juga memiliki kemampuan untuk menghayati berbagai masalah yang bersifat abstrak seperti simbol-simbol, ucapan dan ungkapan hingga pengenalan kepada penciptanya. Potensi itu seluruhnya dinilai sebagai pengarahan dari Penciptanya agar manusia mampu menjalani perannya sebagai hamba Allah dalam pola dan perilaku yang benar. Dalam bahasa Islam, potensi ini disebut juga dengan fitrah.
Secara garis besar potensi (fitrah) tersebut terdiri dari dari empat potensi utama yang secara otomatis telah Allah anugerahkan,yaitu:
Potensi naluriah (hidayat al-gharizziyat)
Potensi naluriah ini merupakan sebuah dorongan yang sifatnya primer berfungsi untuk memelihara keutuhan dan kelanjutan hidup manusia. Diantara dorongan tersebut adalah berupa instink untuk memelihara diri, seperti makan, minum, penyesuaian tubuh terhadap lingkungan dan sebagainya. Dorongan ini berguna bagi manusia agar eksistensinya terjaga supaya tetap hidup Kemudian dorongan yang kedua, yaitu dorongan untuk mempertahankan diri. Bentuk dorongan ini dapat berupa nafsu marah, bertahan atau menghindar dari gangguan yang mengancam dirinya baik oleh sesama makhluk maupun oleh lingkungan alam. Dorongan mempertahankan diri berfungsi untuk memelihara manusia dari ancaman dari luar dirinya. Realisasi berupa karya busana, senjata, tempat tinggal dan sebagainya.
Adapun dorongan yang ketiga, berupa dorongan untuk mengembangkan jenis. Dorongan ini berupa naluri seksual. Manusia pada tahap pencapaian kematangan fisik (dewasa) menjadi tertarik terhadap lawan jenisnya. Dengan adanya dorongan ini manusia dapat mengembangkan jenisnya dari satu generasi ke generasi sebagai pelanjut kehidupan (Al-Attas:1986). Ketiga macam dorongan tersebut melekat pada diri manusia secara fitrah. Diperoleh tanpa harus melalui proses belajar. Karena itu dorongan ini disebut sebagai dorongan naluriah atau dorongan instinktif. Dorongan yang siap pakai, sesuai dengan kebutuhan dan kematangan perkembangannya.
Potensi inderawi (hidayat al-hissiyat)
Potensi inderawi erat kaitannya dengan peluang ,manusia untuk mengenal sesuatu di luar dirinya. Melalui alat indera yang dimilikinya, manusia dapat mengenal suara, cahaya,warna, rasa, bau dan aroma maupun bentuk sesuatu (Al-Jamaly:1981). Jadi indera berfungsi sebagai media yang menghubungkan manusia dengan dunia di luar dirinya. Potensi inderawi yang umum dikenal terdiri atas indera penglihat, pencium, peraba, pendengar dan perasa. Namun di luar itu masih ada sejumlah alat indera dalam tubuh manusia yang difungsikan melalui pemanfaatan alat indera yang sudah siap pakai seperti mata, telinga, hidung,lidah, kulit, otak maupun fungsi syaraf.
Potensi akal (hidayat al-Aqliyyat)
Berbeda dengan dua potensi di atas, potensi akal ini hanya dimiliki oleh manusia. Adanya potensi ini menyebabkan manusia dapat meningkatkan dirinya melebihi makhluk-makhluk lain ciptaan Allah. Potensi akal memberi kemampuan kepada manusia untuk memahami simbol-simbol, hal-hal yang abstrak, menganalisa, membandingkan maupun membuat kesimpulan dan akhirnya memilih maupun memisahkan antara yang benar dari yang salah (Anharuddin:1987). Kemampuan akal mendorong manusia berkreasi dan berinovasi dalam menciptakan kebudayaan serta peradaban. Manusia dengan kemampuan akalnya mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, mengubah serta merekayasa lingkungannya menuju situasi kehidupan yang lebih baik, aman dan nyaman.
Potensi keagamaan (hidayat al-Diniyyat)
Pada diri manusia sudah ada potensi keagamaan, yaitu dorongan untuk mengabdi kepada sesuatu yang dianggapnya memiliki kekuasaan yang lebih tinggi. Dorongan untuk mengabdi ini terangkum dari berbagai macam unsur emosi seperti perasaan kagum,perasaan ingin dilindungi, perasaan tidak berdaya, perasaan takut, perasaan bersalah dan lain sebagainya. Gejala-gejala emosional ini mendorong manusia untuk memuja sesuatu yang dinilainya dapat menetralisasi perasaan-perasaan tersebut (Langguung:1989). Pada masyarakat primitif , fenomena ini ditampilkan dalam bentuk pemujaan pada benda-benda alam yang bersifat konkret, sebaliknya pada masyarakat maju, terkadang terjadi pergeseran ke hal-hal yang lebih abstrak. Dalam kasus-kasus seperti di atas terlihat bahwa bagaimanapun sederhananya peradaban manusia, dorongan untuk mengabdi dan tunduk kepada sesuatu yang dianggap adikuasa tetap ada. Dalam pandangan filsafat pendidikan Islam dorongan tersebut merupakan fitrah (QS.30:30). Dorongan ini adalah bagian dari faktor intern (bawaan sejak lahir) sebagai anugerah Allah.
Dorongan ini menggambarkan bahwa pada diri manusia memang sudah ada rasa keberagamaan dalam bentuk kecenderungan untuk menundukkan diri kepada sesuatu yang dikagumi, disamping jenis perasaan lainnya. Dalam berbagai kajian tentang psikologi agama, antropologi agama maupun sosiologi agama,terlihat bahwa dalam kehidupannya manusia memang tidak dapat dipisahkan dari agama. Ada kecenderungan untuk beragama pada manusia baik secara individu maupun kelompok (Arifin: 1994).
Kajian psikologi agama mengeidentifikasikan bahwa pada diri manusia terdapat rasa penyesalan dan rasa bersalah (sense of guilt). Kemudian temuan antropologi budaya maupun anropologi fisik, menunjukkan baik lingkungan masyarakat asli (primitif) maupun modern dijumpai adanya upacara-upacara ritual dan benda-benda yang dianggap suci. Sedangkan sosiologi agama mengemukakan tentang temuan terhadap nilai-nilai suci dalam tatanan kehidupan sosial di masyarakat (Daradjat:1992) . Sesungguhnya keempat potensi fitrah manusia ini merupakan karakteristik dasar kehidupan manusia.

B. Tugas Pendidikan Dalam Pengembangan Potensi Manusia
Menurut Abdurrahman Al-Bani, tugas pendidikan dalam pengembangan potensi adalah menjaga dan mengerahkan fitrah atau potensi tersebut menuju kebaikan dan kesempurnaan, serta merealisasikan program tersebut secara bertahap (Myskar:1989). Pengembangan berbagai potensi manusia (fitrah) ini dapat dilakukan dengan kegiatan belajar, yaitu melalui institusi-institusi. Belajar yang dimaksud tidak harus melalui pendidikan di sekolah saja, tetapi juga dapat dilakukan di luar sekolah, baik dalam keluarga maupun masyarakat ataupun melalui institusi sosial yang ada.
Menurut pendapat ahli sosiologi, secara sosiologis institusi-institusi sosial tersebut dapat dikelompokkan ke delapan macam, yaitu keluarga, institusi keagamaan, institusi pengetahuan, ekonomi, politik, kebudayaan, keolahragaan dan media massa. Setiap institusi ini memiliki simbol, identitas fisik dan nilai-nilai hidup yang menjadi pedoman perilaku anggotanya. Simbol tiap-tiap institusi tersebut antara lain perkawinan, keyakinan dan ritus keagamaan. Selanjutnya yang menjadi identitas fisik antara lain:mesjid, sekolah, pabrik atau toko, majalah, televisi dan lain-lain (Tanlain: 1992).
Nilai hidup yang menjadi pedoman perilaku warganya secara berturut-turut adalah sosial kekeluargaan, etik religius, rasional etik, kekuasaan untuk mengabdi, sehat sportif dan informatif serta bertanggung jawab. (Zaini:1991).

Tantangan lembaga Pendidikan Islam

Tantangan lembaga pendidikan Islam dalam Transformasi Budaya
Fatma Yulia
Transformasi sosial budaya berarti modifikasi dalam setiap aspek proses sosial budaya, pola sosial budaya, bentuk-bentuk sosial budaya. Perubahan ini bersifat progresif dan regresif, berencana atau tidak, permanen atau sementara, undirectional atau multidirectional, menguntungkan atau merugikan. Menurut Gillin, perubahan sosial adalah perubahan bentuk-bentuk kehidupan yang telah ada yang terjadi karena kondisi geografis, alat-alat atau perlengkapan hidup manusia, komposisi pendidik dan ideologi (Vembriarto, 1988:8-9). Bentuk- bentuk transformasi sosial budaya dibedakan menjadi tiga bagian yaitu:
evolusi sosial (sosial evolution), perkembangan gradual yaitu, perkembangan wajar karena adanya kerja sama yang harmonis antara manusia dengan lingkungannya. Perubahan ini dibedakan atas:
Evolusi kosmis (cosmis evolution), perubahan alami yang tumbuh berkembang, mundur lalu pudar.
Evolusi organis (organic evolution), perubahan untuk mempertahankan diri dari kebutuhannya dalam lingkungan yang berkembang.
Evolusi mental (mental evolution), suatu yang menyangkut perubahan pandangan dan sikap hidup.
Gerakan sosial (social mobility) yaitu suatu keinginan akan perubahan yang diorganisasikan karena dorongan masyarakat ingin hidup dalam keadaan yang lebih baik dan lebih cocok dengan keinginannya.
Revolusi sosial (social revolution) yaitu suatu perubahan paksaan yang umumnya didahului oleh ketidakpuasan yang menumpuk tanpa pemecahan dan analisis, sehingga jurang antara harapan dan pemenuhan kebutuhan menjadi semakin lebar tak terjembatani.
Transformasi sosial budaya tidak hanya bersifat materil, seperti pembangunan gedung, tetapi juga bersifat moril seperti: perubahan gagasan, ide, pemikiran, cita-cita dan sebagainya. Dalam kristal-kristal pemikiran Islam , terjadi tiga perubahan konsep utama, yaitu:
Konsep westernisasi (mafhum at-taghribi), yaitu konsep yang menginginkan penyesuaian Islam dengan pemikiran dan peradaban Barat dalam berbagai aspeknya, mulai dari masalah akidah, sistem politik, ekonomi, sampai masalah moral. Gerakan Islamisasi ala Kamal attaturk , seperti adzan diganti dengan bahasa Turki adalah salah satu bentuk model ini. Fikrah pertama ini menurut Dr. Muhammad M.Husein menjadikan konflik pemikiran antar sesama umat Islam untuk membedakan mana sebenarnya antara yang Islami dan yang wetern (barat).
Konsep modrenisasi (mafhum at-tajdiid), yaitu konsep yang ingin mengadakan pembaharuan-pembaharuan dalam pemahaman, penafsiran dan perumusan masalah-masalah keislaman, dengan pretensi ingin mengaktualisasikan Islam dalam kehidupan modern. Isu yang paling banyak dikemukakan adalah membuka kembali ijtihad selebar-lebarnya dan menggunakan potensi akal sebesar-besarnya. Liberalisme ijtihad ini semakin parah dan sampai menjalar kepada orang-orang tidak banyak mengerti tentang agama, tetapi berminat untuk ijtihad, sehingga ijtihad menjadi suatu mode tanpa standardisasi dan disiplin tertentu.
Konsep reformasi (mafhum al-islahi). Konsep ini ingin memperbaharui Islam dengan Islam. Pemikiran model ini banyak macamnya dari yang paling kaku dan ekstrim seperti Ibnu Taimiyyah sampai yng moderat dan progresif seperti Muhammad Abduh (Tolchah Hasan, 1987: 103).
Fenomena-fenomena sosial tersebut selanjutnya menjadi tantangan bagi lembaga pendidikan terutama pendidikan formal. Bentuk tantangan yang dihadapi dalam pendidikan Islam adalah :
Politik: kehidupan politik khususnya politik negara banyak berkaitan dengan masalah cara negara itu membimbing, mengarahkan dan mengembangkan kehidupan bangsa jangka panjang. Pengarahan tersebut didasarkan atas falsafah negara yang mengikat semua sektor. Pendidikan yang terdapat pada wilayah merupakan sektor kehidupan budaya bangsa yang mengikat (comitted) dengan tujuan perjuangan nasional yang berdasarkan falsafah negara. Suatu lembaga pendidikan yang tidak bersedia mengikuti politik negara, akan mendapatkan tekanan (pressure) terhadap cita-cita kelembagaan dari politik tersebut. Tantangan ini perlu segera dijawab secara politis fundamental.
Kebudayaan : suatu perkembangan kebudayaan dalam abad modren saat ini tidak dapat terhindar dari pengaruh kebudayaan bangsa lain. Kondisi semacam ini menyebabkan proses akulturasi, yaitu faktor nilai yang mendasari kebudayaannya sendiri sangat menentukan ke-eksistensian kebudayaan tersebut. Nilai-nilai kultural bangsa melemah karena berbagai sebab, bangsa akan mudah terperangkap oleh budaya lain , baik melalui jalan damai (penetration facific) maupun jalan kekerasan dan paksaan (imperatif provokatif). Dalam menghadapi hal yang tidak diinginkan, dibutuhkan sikap kreatif dan wawasan pengetahuan yang dapat menjangkau masa depan bagi eksistensi kebudayaan dan kehidupannya.
Ilmu pengetahuan dan teknologi : teknologi sebagai ilmu terapan merupakan hasil kemajuan kebudayaan manusia yang banyak bergantung pada manusia yang menggunakanya. Apabila teknologi tersebut tidak diimbangi dengan nilai-nilai kemanusiaan, teknologi tersebut akan berdampak negatif bagi kehidupan manusia. Tantangan seperti ini menuntut agar lembaga pendidikan kita mampu mendasari teknologi tersebut dengan norma-norma agama sehingga hasil teknologi manusia berdampak positif bagi kehidupan.
Ekonomi : ekonomi merupakan tulang punggung kehidupan bangsa yang dapat menentukan maju mundurnya, lemah-kuatnya, cepat atau lambatnya suatu proses pembudayaan bangsa. Perkembangan ekonomi banyak diwarnai oleh sistem pendidikan. Demikian juga sebaliknya, disini pendidikan dituntut untuk memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat, sehingga diadakan “ ekonomi pendidikan” sebagai perencanaan pendidikam dalam sektor ekonomi.
Masyarakat dan perubahan sosial : perubahan yang terjadi dalam sistem kehidupan sosial seringkali mengalami ketidakpastian tujuan serta tak terarah tujuan yang disepakati. Disinilah pendidikan sebagai pengarah yang rasional dan konstruktif, sehingga problem-problem sosial dapat dipecahkan mengingat lembaga pendidikan Islam sebagai lembaga kemasyarakatan yang berfungsi sebagai agent of social change.
Sistem nilai : sistem nilai juga dijadikan sebagai tolok ukur bagi tingkah laku manusia dalam masyarakat yang mengandung potensi pengendali , mengatur dan mengarahkan perkembangan masyarakat, bahkan mengandung potensi rohaniah yang melestarikan eksistensi masyarakat. Akan tetapi , kini perubahan masyarakat cenderung untuk menghilangkan nilai tradisi yang ada. Apakah karena naluri manusia ingin mengharapkan hal-hal yang baru ataukah karena kekuatan yang mendesak (pressure power)? Hal ini yang menjadi titik sentral problema yang melahirkan tantangan terhadap lembaga pendidikan yang salah satu fungsinya adalah mengawetkan sistem nilai yang telah dikembangkan dalam masyarakat. (Arifin,1987: 41-45)
Tantangan lembaga pendidikan tersebut mengandung implikasi bahwa lembaga pendidikan Islam mempunyai peran ganda, yakni sebagai pewarisan budaya (agent of conservative), berperan sebagai pewaris budaya melalui pendidikan sistem nilai dan kepercayaan, pengetahuan dan norma-norma, serta adat kebiasaan dan berbagai perilaku tradisional yang telah membudaya diwariskan kepada satu generasi ke generasi berikutnya. Dengan cara ini, kebudayaan dapat dilestarikan meskipun warga suatu masyarakat berganti-ganti, sedangkan kebudayaan dan sistem sosialnya tetap berlaku. Di pihak lain, lembaga pendidikan berperan sebagai agent of change”, yaitu adanya upaya untuk membuang unsur budaya lama yang dipandang tidak cocok lagi dan perlu memasukkan unsur budaya baru (Adiwikarya, 1988:58). Tegasnya lembaga pendidikan merupakan tempat sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai yang telah membudaya. Oleh karena itu penetapan kurikulum lembaga pendidikan dan tujuannya didasarkan atas nilai-nilai pengetahuan serta aspirasi dan pandangan hidup yang berlaku dan dihormati masyarakat. (Wuradji, 1988:26). Di pihak lain, implikasi transformasi sosial budaya menuntut lebih akrabnya lembaga-lembaga pendidikan dengan institusi-institusi lainnya. Semua itu merupakan mata rantai yang saling mendukung dan berkaitan dengan institusi pendidikan sebagai sentral terhadap institusi lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
Arifin HM, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bina Aksara, cet I, 1987.
Muhammad Tholhah Hasan, Islam dan Persfektif Sosial Budaya, Jakarta: Galasa Nusantara, cet. I, 1987
Sudardja Adiwikarya, Sosiologi Pendidikan, Isu dan Hipotesis tentang hubungan Pendidikan dan Masyarakat, Jakarta: Depdikbud , 1988.
Wuradji M.S, Sosiologi Pendidikan: Sebuah Pendekatan Sosio Antropologi, Jakarta: Dirjrn PPLPTK, 1988..
Vembriarto, Pengantar Perencanaan Pendidikan, Yogyakarta : Andi Offset, 1988.

Kamis, 08 Januari 2009

Momentum tahun baru

HIJRAH DAN PERUBAHANMomentum pergantian tahun adalah saat yang tepat untuk melakukan perbaikan dan perubahan agar kehidupan kita lebih berkualitas. Yang tersisa dari hijrah saat ini adalah kebulatan tekad, dengan niat yang teguh dan kuat untuk berusaha melakukan yang terbaik, demikian pesan Rasulullah Saw.
Saat ini kita telah berada di awal tahun baru 1430 Hijriah, yang disebut dengan tahun baru Islam, dan tahun 2009 Miladiah/Masehi. Momentum pergantian tahun kedua perhitungan kalender tersebut baru saja kita lalui dengan kurun waktu yang tidak berjauhan antara keduanya. Terlihat perbedaan yang sangat menyolok dalam cara masyarakat Muslim menyambut momentum pergantian kedua tahun tersebut. Di saat hampir semua orang tumpah ruah merayakan tahun baru Masehi, tidak sedikit umat Islam yang tidak peduli dengan pergantian tahun baru Islam. Namun, apapun cara yang dilakukan, kita hanya berharap semoga dapat melakukan yang terbaik di tahun ini, melebihi tahun-tahun sebelumnya.

Secara astronomis, peristiwa pergantian hari, minggu, bulan dan tahun, baik itu Masehi yang berdasarkan perhitungan matahari maupun Hijriah yang berdasarkan perhitungan bulan, adalah sebuah peristiwa alamiah yang terjadi berdasarkan ketetapan Allah di alam raya ini. Ketetapan itu tidak berubah dan tidak dapat diubah oleh siapa pun, terlepas dari suka atau tidak suka. Sisi lain, pergantian waktu berjalan seiring dengan pergantian musim, satu hal yang menentukan kehidupan makhluk di muka bumi. Dengan demikian, waktu adalah kehidupan yang harus diisi dengan sesuatu yang bermakna dan berkualitas. Siklus kehidupan bagi manusia adalah sebuah ujian dan pertaruhan kualitas hidup seseorang.

Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. (QS. Ali Imran [3]: 140).

Suka dan duka, kaya dan miskin, terhormat dan terhina dalam kehidupan ini barulah sekadar soal ujian tersebut. Maka keliru jika ada yang beranggapan, kesenangan dan kemuliaan hidup yang dialaminya di dunia ini sebagai bentuk kasih sayang Tuhan. Demikian juga mereka yang beranggapan, kesulitan hidup adalah bentuk penistaan dan penghinaan Tuhan terhadap dirinya.

Maka tidaklah sepenuhnya tepat jika dikatakan musibah yang terus mendera bangsa ini, mulai dari tsunami, gempa bumi, banjir, tanah longsor dan sebagainya, sebagai bentuk murka Tuhan, sebab ternyata andil manusia dalam musibah tersebut seperti pengrusakan lingkungan juga sangatlah besar. (QS. Al-Fajr [89]: 15-16).

Momentum pergantian tahun adalah saat yang tepat untuk melakukan perbaikan dan perubahan agar kehidupan kita lebih berkualitas. Hijrah Rasul dan para sahabatnya dari Mekah ke Madinah, yang menjadi tonggak perhitungan tahun hijriah, telah dinyatakan selesai dengan ditaklukkannya kota Mekah pada tahun ke-8 hijriah. Yang tersisa dari hijrah saat ini adalah kebulatan tekad, dengan niat yang teguh dan kuat, untuk berusaha melakukan yang terbaik, demikian pesan salah satu sabda Rasulullah Saw (Lâ hijrata ba`dal fath, walâkin jihâdun wa niyatun). Hijrah tersebut, seperti diisyaratkan dalam sebuah hadis lain, hendaknya berorientasi jauh ke depan, melampaui batas-batas kepentingan dan tujuan hidup sesaat. Perubahan dan perbaikan tidak dilakukan dengan perhitungan kepentingan jangka pendek dan sesaat, tetapi dengan niat untuk menggapai ridha Allah dan Rasul-Nya.

Inilah saat yang tepat untuk melakukan introspeksi diri, atau dengan istilah lain ber-muhasabah, sebab kualitas hidup seorang mukmin tidak terlepas dari perhitungan dan perencanaan. Allah berfirman :

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (18)
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS. Al-Hasyr [59]: 18).

Ayat ini mengajak kita untuk menatap hari esok dengan berkaca pada kehidupan masa kini dan masa lalu. Ketiganya: masa kini, masa lampau dan masa mendatang adalah satu kesatuan yang membentuk kehidupan seseorang. Malek Ben Nabi, seorang cendekiawan Muslim terkemuka asal Al-Jazair merumuskan, kebangkitan dan kejayaan peradaban suatu komunitas sangat ditentukan oleh tiga hal; manusia, waktu dan alam. Peradaban terbangun berdasarkan hasil interaksi manusia dengan waktu yang digunakan secara baik dalam hidupnya, dan interaksi manusia dengan alam yang menjadi sumber kehidupan.

Pengungkapan kata "hari esok" (lighad) pada ayat di atas dalam bentuk nakirah (yang belum diketahui), menurut sementara pakar adalah untuk menggambarkan kedahsyatan dan keagungan hari tersebut, yang dipahami oleh banyak ahli tafsir sebagai hari kiamat. Tetapi kata “esok” dalam ayat tersebut juga dapat dipahami sebagai hari atau waktu setelah hari ini. Dengan begitu, setiap waktu dalam kehidupan seorang Mukmin hendaknya dilalui dengan penuh perhitungan. Pengungkapan waktu dengan kata al-‘ashr dalam al-Qur’an yang seakar kata dengan ashîr (jus buah/perasan) mengesankan bahwa waktu adalah sesuatu yang harus diperas agar menghasilkan kehidupan yang berkualitas.

Pentingnya perhitungan dan perencanaan dalam hidup juga disampaikan al-Quran melalui kisah Nabi Yusuf ketika ia menakwil mimpi sang raja yang melihat dalam tidurnya 7 ekor sapi gemuk yang dimakan oleh 7 ekor sapi kurus, serta 7 tangkai gandum hijau dan kering. Satu dari dua mimpi itu berhasil ditakwil oleh Nabi Yusuf dengan baik saat ia berada dalam penjara. Dalam takwilnya, Nabi Yusuf menjelaskan bahwa 7 tahun masa kejayaan harus disertai dengan persiapan dan perhitungan ketika akan memasuki 7 tahun masa sulit dan paceklik. Kesenangan tidak boleh membuat kita terlena, sehingga lupa bahwa suatu saat akan datang masa kesulitan. Hendaknya ada yang disisihkan dari perolehan di masa jaya sebagai bekal, sebab boleh jadi ia akan mengalami kesulitan di masa mendatang.

Mimpi lain yang ditakwil oleh Nabi Yusuf yaitu yang dialami dua sahabatnya dalam penjara, yang satu memeras anggur dan lainnya membawa roti di atas kepala yang kemudian dimakan burung. Dalam takwilnya Yusuf memprediksi, yang memeras anggur akan menjadi terhormat sebagai pelayan Raja, sedangkan yang lainnya akan disalib karena kesalahannya.

Terdapat korelasi yang kuat antara kedua mimpi tersebut, yaitu pentingnya pemanfaatan dan perhitungan terhadap waktu dalam kehidupan. Kedua mimpi tersebut mengisyaratkan, keberhasilan dan kualitas hidup sangat ditentukan oleh perencanaan yang matang, dengan memperhitungkan setiap waktu yang dilaluinya. Waktu adalah sesuatu yang harus diperas seperti halnya anggur harus diperas untuk dapat menghasilkan minuman yang lezat. Hidup harus diisi dengan hal-hal yang bersifat produktif, bukan sekadar konsumtif.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Rasulullah bersabda; “Manusia yang cerdas dan bijak adalah mereka yang selalu ber-muhasabah (melakukan introspeksi diri), dan berpikir ke depan tentang bekal yang akan dibawanya setelah kematian”.

Ibnu ‘Arabi, seorang tokoh sufi besar, dalam bukunya al-Futûhât al-Makkiyyah, menceritakan tradisi/kebiasaan guru-gurunya. Setiap hari, katanya, mereka selalu mencatat dalam buku harian apa yang mereka lakukan dan ucapkan sejak matahari terbit di pagi hari sampai matahari terbenam di sore hari. Malam harinya, mereka membuka kembali catatan tersebut; jika banyak hal baik dan positif dalam buku itu mereka bersyukur kepada Allah, dan bila menemukan hal negatif mereka bertobat dengan beristighfar kepada Allah. Kebiasaan itu mereka lakukan setiap hari.

Dalam kesempatan muhâsabah ini penting untuk direnungkan ucapan Imam Hasan bin Ali: "Seseorang yang hanya mencari kesenangan duniawi akan tenggelam di dalamnya, siapa yang zuhud terhadapnya tidak akan peduli siapa yang memperolehnya, seseorang yang mencintainya akan menjadi budak yang memilikinya. Tertipu bagi mereka yang tidak ada kemajuan dalam hari-hari kehidupannya, dan merugi mereka yang hari esoknya lebih buruk dari hari ini. Siapa yang tidak merasa kekurangan dalam hidupnya, sesunguhnya dia telah berada dalam kekurangan. Saat itulah kematian akan lebih berharga bagi dirinya".

Marilah kita songsong hari esok dengan yang lebih baik. Hari esok yang cerah tidak akan dapat diperoleh tanpa usaha keras. Tokoh sufi terkemuka, Ibu Atha’illah al-Sakandari berpesan, akhir perjalanan yang cerah hanya akan diperoleh dengan usaha keras pada langkah pertama (man lam takun lahu bidâyatun muhriqah lam takun lahu nihâyatun musyriqah

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته أهلا وسهلا

Izayyak.... apa kabar... ahlan wa sahlan wa marhaban di blog saya yang baru ... blog ini diberi nama Al-Kararis yang merupakan bentuk jamak/plural dari kurrasatun dalam bahasa Arab yang berarti buku tulis. pendapat lain mengartikan Al-Kararis adalah kertas yang jumlahnya tiga puluh lembar. namun apapun maknanya namun secara prinsipil artinya tetap sama yaitu media yang digunakan untuk menulis. dalam Alquran selain diperintahkan membaca, kita juga diperintahkan (meskipun maknanya secara implisit) untuk menulis. Menulis dengan menggunakan pena dan hasil goresan pena dituangkan dalam lembaran-lembaran kertas. Sayyidina 'Ali karramahullahu wajhahu pernah mengatakan :" ikatlah ilmu dengan pena " yang berarti agar ilmu kita dapat berlaku sepanjang masa maka harus ada dokumentasi yang bentuknya tertulis. Ada sebuah pepatah Arab yang berbunyi : ما حفظ فرّ وما كتب قرّ " sesuatu yang dihapal akan cepat hilang namun sesuatu yang ditulis akan abadi." Blogger mania.... blog ini selanjutnya akan diisi dengan goresan pena saya .... yang banyak berserak-serak... semoga anda pembaca bersedia memberikan saran dan opini agar blog ini menjadi blog yang bermanfaat. Syukran Jazila,